BI Cari Waktu Tepat Pangkas Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) membuka peluang penurunan suku bunga acuan, BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR). Namun, BI mengaku masih mencari waktu yang tepat guna mengeksekusi pelonggaran kebijakan moneter tersebut.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan sejatinya peluang penurunan suku bunga acuan sudah disadari oleh BI sejak bulan lalu. Inflasi yang rendah serta keinginan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi alasan kuat untuk melonggarkan kebijakan moneter.

Hanya saja, menurut dia, gejolak eksternal seperti dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China hingga lesunya pertumbuhan ekonomi global dikhawatirkan masih berisiko bagi pasar keuangan Tanah Air.

“Dengan kebijakan suku bunga, masalah penurunan suku bunga arahnya memang ke arah sana. Masalah timing dan magnitude-nya akan kami lihat dengan menimbang stabilitas eksternal dan ekonomi global ke depan seperti apa,” jelas Perry di Gedung BI, Kamis (20/6).

Ia memprediksi pasar keuangan global di sisa tahun ini masih diliputi meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan China. Jika perang semakin sengit, maka ada peluang aliran modal keluar dari negara berkembang (risk off capital flight) menuju ke negara yang lebih aman (safe haven).

Namun sampai saat ini, Perry mengaku arus modal masuk ke Indonesia masih berjalan baik. Berdasarkan data BI, arus modal asing secara tahun kalender per 20 Juni 2019 tercatat Rp126,6 triliun yang terdiri dari arus modal ke obligasi pemerintah sebesar Rp69,1 triliun dan saham sebesar Rp57,5 triliun.

“Di dalam setiap rapat bulanan kami terus mengikuti perkembangan itu. Kemudian, kami melihat implikasinya bagi inflasi dan pertumbuhan ekonomi ke depan dalam mempetimbangkan (perubahan) suku bunga,” jelasnya.

Selain mempertimbangkan fundamental ekonomi dan situasi eksternal, Perry menyebut BI juga mempertimbangkan probabilitas bank sentral AS, The Federal Reserve mengubah suku bunga acuannya, Fed Rate. Dalam hal ini, BI melihat dua skenario perubahan.

Pertama, yakni skenario dasar, di mana tidak akan ada perubahan suku bunga acuan AS di tahun ini dan tahun depan. Ini dengan asumsi bahwa tensi perang dagang tak kunjung mereda.

Kedua adalah skenario analisis, di mana The Fed bisa saja menurunkan suku bunga acuannya sebanyak satu kali 25 basis poin di tahun ini dan dua kali 25 basis poin di tahun depan. Ini pun dengan asumsi bahwa cekcok dagang antara AS dan China juga berangsur membaik.

“Ketidakpastian mengenai ini, tentu akan mempengaruhi kebijakan bank sentral ke depannya,” jelas dia.

Di dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI hari ini, BI kembali menahan suku bunga acuannya di angka 6 persen. Artinya, BI sudah menahan suku bunga acuan tujuh kali sejak BI 7DRRR turun 25 basis poin November lalu.

Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sebelumnya memproyeksi BI bakal menahan bunga acuannya pada bulan ini, tetapi memangkasnya pada bulan depan.

Menurut dia, bulan ini, Indonesia masih diliputi ketidakpastian politik terkait hasil sidang gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi meski pengaruhnya kecil. Padahal, menurut dia, terdapat tensi penurunan suku bunga dari pengaruh eksternal.

“Bulan depan kalaupun turun sekitar 25 bps,” kata dia.

Meski bunga BI turun, menurut dia, bunga kredit tak bisa serta merta turun. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar bunga kredit dapat ikut turun.

“Jika pertumbuhan kredit tidak terlampau agresif, likuiditas bisa terjaga, ada kemungkinan bisa turun,” pungkasnya.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Nikkei Asian Review

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *