Digosok Perang Dagang dan Brexit, Emas Semakin Berkilau
Harga emas global lanjut menguat seiring peningkatan risiko ekonomi global. Setelah perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China terlihat buntu, potensi Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan (no deal Brexit) kian memuncak.
Pada perdagangan hari Senin (27/5/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Juni di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat 0,21% ke level US$ 1.286,3/troy ounce. Adapun harga emas di pasar spot juga naik 0,16% menjadi US$ 1.286,74/troy ounce.
Pun hingga penutupan perdagangan Jumat (24/5/2019), harga emas COMEX dan spot mampu membukukan penguatan masing-masing sebesar 0,62% dan 0,59% dalam sepekan, secara point-to-point.
Menjelang akhir pekan lalu, pemerintah China dikabarkan sudah tidak memiliki keinginan untuk melanjutkan perundingan dagang dengan AS.
Hal itu menyusul langkah AS yang memasukkan raksasa teknologi asal China, Huawei, ke dalam daftar hitam. Alhasil perusahaan AS tidak dapat lagi membeli produk-produk buatan Huawei, kecuali mendapatkan izin resmi dari pemerintah.
Bahkan dampaknya meluas. Tidak hanya perusahaan AS yang mengehtikan kerjasama dengan Huawei, melainkan banyak perusahaan negara-negara lain. Contohnya Panasonic, yang mana pabrikan elektronik asal Jepang tersebut memutuskan untuk tidak lagi membeli komponen-komponen buatan Huawei. Ada pula ARM, perusahaan pembuat Chip asal Inggris yang melakukan hal serupa.
Ini membuat hubungan dagang AS-China masih tidak jelas. Jika sampai tidak ada perundingan dagang lagi, eskalasi perang tarif bukan sesuatu yang tidak mungkin. AS dikabarkan tengah mengkaji pengenaan tarif 25% pada produk China lain senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya bukan objek perang dagang.
Jika tidak ada halangan, kebijakan tersebut mungkin diberlakukan dalam 30-45 hari sejak akhir pekan lalu.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin juga mengatakan sejauh ini belum ada kebijakan lain yang direncanakan pihaknya.
Kala perang dagang semakin meluas, maka perlambatan ekonomi global hampir merupakan sebuah keniscayaan.
Ditambah, pada akhir pekan, Perdana Menteri Inggris, Theresa May mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya mulai 7 Juni 2019 mendatang.
Bahayanya, sejumlah nama calon pengganti May tampak bergairah untuk keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun.
“Agar bisa sukses dalam negosiasi, Anda harus siap untuk pergi begitu saja,” ujar Andrea Leadsom, mantan ketua parlemen, mengutip Reuters.
“Kami akan meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober. Deal or no deal!” tegas Boris Johson, mantan menteri luar negeri, mengutip Reuters.
Sebenarnya May masih bisa menghindari no deal Brexit. Pada pekan pertama bulan Juni 2019, May sekali lagi akan membawa proposal Brexit ke hadapan parlemen. Bila akhirnya proposal Brexit (yang tanpa banyak perubahan) disetujui oleh parlemen, maka Inggris akan mengantongi kesepakatan dengan Uni Eropa.
Namun bila tidak, bayang-bayang hitam no deal Brexit semakin pekat. Kala no deal Brexit terjadi, analis memperkirakan ekonomi Inggris akan terkontraksi cukup dalam.
Mengingat Negeri Ratu Elizabeth merupakan ekonomi terbesar kelima di dunia, pasti dampaknya juga akan mendunia.
Perlambatan ekonomi global, dari yang sudah lambat, akan sulit untuk dihindari.
Alhasil risiko koreksi nilai aset semakin tinggi. Investor pun gencar memburu emas karena nilainya yang relatif lebih stabil dibandingkan instrumen-instrumen lain.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : cnbcindonesia.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]