The Fed: Perang Dagang Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi
Meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China menjadi ketidakpastian bagi dunia usaha dan dapat mengancam pertumbuhan ekonomi, kata empat pejabat bank sentral Federal Reserve, Kamis (23/5/2019).
Pernyataan itu mengindikasikan bahwa akhir dari perang dagang yang telah berlangsung selama 10 bulan itu akan menjadi faktor penting ketika para pembuat kebijakan The Fed mempertimbangkan sampai kapan pendekatan sabar mereka akan dipegang.
“Saya merasa data-data baik, namun sentimennya naik turun, sehingga jika kita mendapat kelonggaran atau penurunan ketidakpastian, saya memperkirakan momentum ekonomi akan positif untuk pertumbuhan,” kata Presiden The Fed San Francisco Mary Daly dalam konferensi The Fed Dallas, Kamis, dilansir dari Reuters.
“Jika ketidakpastian masih ada, maka saya rasa ini juga akan berdampak pada keyakinan dan keyakinan ini berdampak pada investasi,” lanjutnya.
Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin dan Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic yang berbicara di panel yang sama itu juga mengatakan ketidakpastian perdagangan dapat memukul pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, penyelesaian perang dagang itu dapat mendorong pertumbuhan.
“Saya memantau dengan sangat hati-hati bagaimana ketegangan perdagangan ini akan berkembang karena saya cemas apakah ini dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan atau tidak,” kata Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan.
Pernyataan mereka itu muncul ketika para peneliti di The Fed New York mempublikasikan riset yang menunjukkan bahwa bea impor baru AS terhadap impor dari China akan membuat rumah tangga standar AS mengeluarkan biasa US$831 per tahun.
Presiden AS Donald Trump awal bulan ini mengatakan China telah mundur dari kesepakatan yang sedikit lagi tercapai. Ia kemudian resmi menaikkan bea impor terhadap produk China senilai US$200 miliar pada 10 Mei.
Beijing tak mau diam saja dan mengumumkan kenaikan bea masuk barang-barang AS senilai US$60 miliar mulai 1 Juni mendatang.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Wall Street Journal
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]