Kisruh Laporan Keuangan, DPR Akan Panggil Direksi Garuda!
Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam waktu dekat akan memanggil segenap direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).
Pemanggilan tersebut berkaitan dengan kejanggalan laporan keuangan perusahaan tahun buku 2018, yang mencatatkan laba padahal pada tahun buku sebelumnya mencatat kerugian yang cukup besar. Komisi VI DPR ini menangani masalah industri, investasi, dan persaingan usaha.
“Ya [akan dipanggil]. Komisi VI akan mengagendakan untuk mengisi rapat kerja dan rapat dengar pendapat,” kata Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana kepada CNBC Indonesia, Senin (29/4/2019).
Azam menjelaskan, perseteruan antara komisaris Garuda Indonesia dengan manajemen akan dibahas dalam rapat internal parlemen, sebelum memanggil manajemen BUMN penerbangan tersebut.
DPR saat ini tengah menjalani masa reses. Sesuai jadwal, DPR akan kembali aktif pada 6 Mei 2019 mendatang. Pemanggilan, akan dilakukan usai reses.
“Jadi Komisi VI akan rapat pleno untuk mengatur jadwal raker dan rapat dengar pendapat tersebut, termasuk masalah-masalah yang terjadi pada mitra Komisi VI,” kata Azam dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Akhir pekan lalu, Kementerian Keuangan melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan pun telah memanggil Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit laporan keuangan Garuda Indonesia.
Senada dengan bendahara negara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah memanggil direksi perusahaan untuk dimintai keterangan terkait janggalnya laporan keuangan Garuda.
Selain itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga telah melayangkan surat untuk memanggil manajemen GIAA dan akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan.
“Kami sudah pelajari laporan keuangan, PSAK [pernyataan standard akuntansi keuangan] juga sudah dipelajari. Nanti Selasa (30/4) kami panggil direksi dan akuntan publiknya karena direksi kan yang punya hak untuk menjelaskan. Yang penting nature [karakteristik] transaksinya seperti apa,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI IGD N Yetna Setia, di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Jumat (26/4).
Berdasarkan laporan keuangan Garuda Indonesia 2018, perseroan tercatat membukukan laba bersih senilai US$ 809.846 pada 2018, setara Rp 11,49 miliar (kurs Rp 14.200/US$). Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi yang sama di tahun sebelumnya yang rugi sebesar US$ 216.582.416.
Laba bersih ini dibukukan ketika perusahaan justru mencatatkan perlambatan pendapatan. Total pendapatan tahun lalu hanya naik 4,69% year-on-year (YoY) menjadi US$4,37 miliar dibandingkan pencapaian 2017 senilai US$4,18 miliar.
Padahal, pada 2017 pendapatan Garuda tumbuh 8,11% dibandingkan pendapatan 2016.
Melambatnya pendapatan perseroan secara keluruhan disebabkan penerimaan dari penerbangan tidak berjadwal (haji dan charter) anjlok 11,5%. Sebelumnya pos pendapatan ini tumbuh 56,2%.
Di sisi lain, pendapatan dari penerbangan berjadwal hanya naik 4,01% ke US$3,54 miliar. Dengan demikian, secara operasional Garuda mestinya merugi karena total beban usaha yang dibukukan perusahaan tahun lalu mencapai US$4,58 miliar, alias US$ 206,08 juta lebih besar dibandingkan pendapatan yang dibukukan pada tahun 2018.
Namun dalam laporan keuangan, kinerja tahun lalu diselamatkan oleh ‘pendapatan kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten’ pada 2018 senilai US$ 239,94 juta (sekitar Rp2,9 triliun), yang tidak ada pada laporan keuangan 2017.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengakui bahwa secara pendapatan operasional Garuda masih rugi. “Secara operasional memang kita masih rugi, itu memang kita masih rugi secara operasional,” kata Rini seperti dikutip dari Detik.com.
Rini mengakui memang masih ada hal yang harus dibereskan di tubuh Garuda untuk bisa benar-benar untung khususnya secara operasional.
“Kita mengakui dari Garuda ini pemberesannya kita harus bereskan banyak sekali. Jadi di tahun 2018 ini memang masih ada kerugian tapi kita bereskan,” paparnya.
Mantan Menteri Perindustrian itu menegaskan bahwa kondisi Garuda mulai membaik. Apalagi setelah dilakukan sejumlah efisiensi mulai dari pengurangan direksi hingga komisaris.
“Kuartal pertama kedua itu sangat jelek, kuartal ketiga membaik sedikit, tapi kuartal keempat sudah bagus. Nah makanya kita lihat oke dengan begini kita harus terus jaga. Makanya salah satunya kenapa kita juga tekankan kita harus lebih efisien,” ujarnya.
Dia menganggap apa yang telah dicapai Garuda di 2018 sudah positif di tengah industri penerbangan yang memang sedang kurang bagus.
“Sekarang gini, hampir semua perusahaan airline perhatikan saja di Indonesia sampai 2018 hampir semua rugi, AirAsia rugi, Sriwijaya rugi, semua rugi. Nah kita [Garuda] kuartal terakhir 2018 itu sudah bagus, Garuda sudah bagus,” tambahnya.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Kumparan
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]