Proposal PM May Kemungkinan Ditolak Lagi, Poundsterling Goyah
Mata uang poundsterling anjlok pada perdagangan Kamis (28/3/19) berakhir di level terendah satu pekan di level US$ 1,3044 atau turun 0,86% dibandingkan dengan penurupan perdagangan sebelumnya.
Pada hari ini Jumat (29/3/19), poundsterling sedikit bangkit dan diperdagangkan di kisaran US$ 1,3062 pada pukul 7:33 WIB mengutip kuotasi MetaTrader 5.
Isu akan kembali ditolaknya proposal Brexit Perdana Menteri Theresa May memberikan pukulan telak bagi pound sterling. Theresa May sebelumnya telah berjanji akan mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri jika proposalnya didukung oleh Parlemen Inggris.
Voting rencananya akan dilakukan Jumat waktu setempat, atau Sabtu (30/3/19) waktu Indonesia.
Namun bukan kabar bagus yang diterima PM May setelah partai koalisinya di pemerintahan, Democratic Unionist Party, menyatakan tetap akan menolak proposal tersebut. Selain itu salah satu elit Partai Konservatif juga menyatakan akan memilih tidak mendukung proposal tersebut saat voting nanti.
Partai Konservatif merupakan partai yang dipimpian PM May saat ini, penolakan dari partainya sendiri tentunya akan semakin memperkecil peluang kemenangan PM May di Parlemen, setelah dua pekan lalu kalah atau proposalnya tidak didukung dalam dua kali voting.
Jika kali ini PM May kembali gagal mendapatkan dukungan Parlemen, maka sesuai kesepakatan dengan Uni Eropa, Brexit harus dilakukan pada 12 April mendatang.
Di sisi lain, Parlemen Inggris masih mengupayakan untuk membuat proposal alternatif yang baru. Parlemen Inggris yang mengambil alih proses legislasi dari Pemerintah membuat delapan proposal alternatif pada Rabu (27/3/19) lalu.
Namun tidak satupun dari delapan proposal tersebut yang mendapat suara mayoritas saat voting dilakukan.
Bentuk proposal yang diinginkan Parlemen Inggris hingga saat ini belum jelas. Sementara waktu yang dimiliki semakin menipis membuat pelaku pasar cemas pada akhirnya akan terjadi hard Brexit atau Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun.
Hal tersebut diprediksi dapat memicu resesi di Inggris, dan dapat merembet ke negara-negara lain di Eropa.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Okezone Ekonomi
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]