Melukis Impian Pelabuhan Tanjung Priuk Tumpuan Harapan Anak Bangsa

Sudah mau menjelang akhir tahun, resolusi belum terpenuhi dengan baik. Sama halnya dengan resolusi yang ingin disampaikan tumpukan peti kemas yang berjejer di Pelabuhan Tanjung Priuk butuh kejelasan. Apakah harus membuka lembaran baru atau menuntaskannya sampai disini.

Dulu sering kali pulang dari kantor, saya melihat megah berdirinya alat berat, truk-truk, peti kemas dan luasnya hamparan lintasan Pelabuhan Tanjung Priuk. Menandakan banyaknya kekayaan bangsa kita yang seharusnya menjadi tumpuan rakyat. Dalam benak saya banyak sekali kata andai-andai yang seharusnya terealisasi dengan baik.

Tapi pernah gak kita berpikir, andaikan pemuda bangsa mampu mengelola aset negara ini dengan penuh tanggung jawab dan berdedikasi yang tinggi pada bangsa. Sama halnya dengan para serikat pekerja PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja yang tergabung dalam Serikat Pekerja JICT (SP JICT) butuh kejelasan akan bagaimana nasib mereka dan keluarga.

Saya merasa tertarik akan issue aset negara kita yang mengalami perpanjangan kontrak dengan negara asing Hutchison Ports Holding (HPH) Hongkong ditandatangani tahun 2014 lalu. Dimana sudah 5 tahun berlalu sejak kontrak pertama berakhir membuat aksi mogok kerja oleh serikat pekerja. Menyisakan banyak pertanyaan kenapa harus perpanjangan lagi. Apakah karena utang? Atau pekerja dan penanggungjawab kita kurang kompeten dalam menjalankannya?

Pertanyaan ini sudah menjadi tugas petinggi negara kita. Apa yang menjadi tolak ukur bagaimana mengembalikan kemakmuran rakyat yang kaya akan trend market pasar dunia.

Harapan dan keinginan serikat pekerja untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya patut diacungkan jempol. Selain bekerja selama 24 jam per 7 hari dengan dibagi 3 shift per hari, mereka juga memiliki skill berkompeten di bidangnya. Ya bahkan menyangkut hidup dan mati juga sih. Seharusnya kita mendukung dan memberikan respon akan perjuangan serikat pekerja ini.

Hal ini sudah jelas tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 secara jelas menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sudah saatnya sektor-sektor strategis seperti pelabuhan sebagai trend market yang merupakan pintu masuk gerbang ekonomi bangsa ini dikelola secara mandiri oleh anak bangsa.

Mengingat sekarang ini sangat susah mencari pekerjaan. PHK ada dimana-mana, tentu hal ini akan meningkatkan angka pengangguran dalam negeri ini. Menurut saya, skill dalam sebuah pekerjaan itu sangat susah dicari. Menumbuhkan rasa percaya diri pun sudah mulai terkikis. Tapi serikat pekerja masih mampu bekerja meskipun menyamdang predikat outsourching. Dengan harapan visi misi SP JICT mengembalikan kedaulatan bangsa dan kesejahteraan rakyat.

Menurut Bima Yudhistira, dari INDEF (The Institute for Development of Economics and Finance) mengatakan bahwa “Sudah seharusnya JICT dan TPK Koja dikelola dengan lebih profesional, transparan dan berpihak pada kepentingan nasional untuk memajukan sektor logistik dan maritim. Bukan menjadi permainan investor asing yang akan mengambil alih aset negara ini”.

Betul juga sih negara kita kaya raya akan darat dan laut. Seharusnya kita termasuk negara yang makmur sentosa.

Serikat pekerja butuh dukungan spiritual, moril dan pembelaan hak-hak keterbukaan lapangan kerja untuk kembali bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Baik itu upah yang diterima dan jaminan sosial selama bekerja. Selama ini yang tahu roda berjalannya sistem kerja pelabuhan adalah serikat pekerja. Dengan harapan memperkuat sistem ekonomi kerakyatan.

Saya juga merasakan apa yang dirasakan serikat pekerja dalam mencari kehidupan yang makmur buat keluarga. Sering kali terpikir bagaimana kalau tiba-tiba terjadi pemutusan hak kerja. Bagaimana nasib saya dan keluarga selanjutnya.

Dengan fakta yang sudah bergulir kurang lebih satu tahun kemelut perpanjangan kontrak JICT-TPK Koja yang mengakibatkan kerugian negara hingga trilyunan rupiah, serba-serbi kisah perjuangan para serikat pekerja dan pendapat para ahli sipatisan Pelabuhan Tanjung Priuk tertuang dalam sebuah buku bertajuk “Konspirasi Global di Teluk Jakarta” karya Ahmad Khairul Fata. Memberikan informasi dan edukasi bagaimana kita mengetahui dan ikut peran serta mempertahankan aset negara sebagai simbol kedaulatan yang sesungguhnya. Dimana ada kemandirian sebuah bangsa terdapat kapabilitasnya dalam mengelola perekonomiannya secara berdaulat dan berdikari.

Dengan tumpuan harapan kesejahteraan rakyat terlahir dari kesejahteraan aset negara.

 

 

 

 

 

Sumber : Kompasiana.com
Gambar : Kompasiana.com

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *