Penjualan Ritel Mengecewakan, IHSG Dibuka Melemah 0,26%
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah 0,26% ke level 6.095,35. Pada pukul 9:20 WIB, IHSG telah memperlebar kekalahannya menjadi 0,31% ke level 6.092,31.
Nasib IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan melemah: indeks Nikkei turun 0,14%, indeks Hang Seng turun 0,12%, dan indeks Strait Times turun 0,14%.
Dari sisi eksternal, ada kabar kurang mengenakan yang datang dari Benua Biru. Perdana Menteri Theresa May sejatinya berencana membawa kesepakatan Brexit yang sudah disepakati dengan Uni Eropa ke hadapan parlemen pada hari ini untuk kemudian dilakukan pemungutan suara.
Namun, May pada akhirnya membatalkan pemungutan suara tersebut. Berbicara di hadapan anggota parlemen, May mengatakan bahwa isu yang terkait dengan backstop di Irlandia utara masih menjadi kekhawatiran dan dirinya akan kembali menegosiasikan perjanjian yang sudah ada dengan Uni Eropa.
“Saya akan mengadakan perbincangan darurat dengan para pimpinan Uni Eropa untuk mendiskusikan perubahan-perubahan (yang mungkin dilakukan) terkait backstop,” papar May.
Masalahnya, pihak Uni Eropa sudah sempat memperingatkan bahwa kesepakatan yang saat ini ada merupakan yang terbaik.
“Mereka yang berpikir bahwa dengan menolak kesepakatan ini bisa mendapat yang lebih baik, maka akan kecewa. Ini adalah kesepakatan yang terbaik,” tegas Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker beberapa waktu yang lalu.
Negosiasi lanjutan dengan Uni Eropa dipastikan akan berlangsung dengan sulit. Besar kemungkinan Inggris akhirnya tak mendapatkan kesepakatan yang lebih baik. Yang ada, ribut-ribut antara Inggris dengan Uni Eropa bisa kembali terjadi.
Dari kawasan regional, sentimen negatif datang dari tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat jelas dari data ekonomi yang akhir-akhir ini dirilis. Pada hari Sabtu (8/12/2018), ekspor China pada bulan November diumumkan naik 5,4 YoY, di bawah konsensus yang dihimpun Reuters sebesar 10% YoY.
Adapun impor China hanya tumbuh 3% YoY, juga lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 14,5% YoY. Pertumbuhan impor di bulan lalu juga menjadi yang terlambat sejak Oktober 2016.
Beralih ke Jepang, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 direvisi turun menjadi -2,5% secara annualized, dari yang sebelumnya -1,2%.
Dari dalam negeri, sentimen negatif datang dari rilis Indeks Penjualan Riil (IPR). Kemarin, BI merilis pertumbuhan IPR periode Oktober 2018 di level 2,9% YoY, melambat ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar 4,8% YoY. Alhasil, sudah dua bulan berturut-turut pertumbuhan penjualan ritel di Indonesia mengalami perlambatan.
Data ini semakin mengonfirmasi bahwa konsumsi masyarakat sebenarnya belum benar-benar pulih di tahun ini. Pada awal bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 sebesar 5,17% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia sebesar 5,145% YoY.
Namun, terdapat tekanan yang cukup besar bagi pos konsumsi rumah tangga. Pos ini hanya tumbuh sebesar 5,01% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan capaian kuartal-II 2018 yang sebesar 5,14% YoY.
Mengingat konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari 50% terhadap perekonomian Indonesia, lemahnya pertumbuhan pada pos ini menjadi sinyal bahwa ekonomi Indonesia masih belum akan melesat kencang di kuartal IV-2018.
Hingga berita ini diturunkan, indeks sektor barang konsumsi terkoreksi sebesar 0,28%.
Sumber : CNBCindonesia.com
Gambar : Tribunnews.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]