Militer Jepang Kesulitan Rekrut Tentara Baru
Militer Jepang kesulitan mendapatkan rekrutan baru. Militer Jepang yang bernama Pasukan bela diri Jepang (SDF) tidak mampu memenuhi target rekrutan sejak tahun 2014.Menurunnya jumlah kelahiran dan pertumbuh ekonomi membuat semakin sedikit anak muda Jepang yang tertarik menjadi tentara. Jumlah warga Jepang berumur 18 sampai 26 tahun yang menjadi target rekrutmen pun terus menurun.
Sejak tahun 1994 jumlah mereka telah surut dari 17 juta menjadi 11 juta. Menurut beberapa pejabat hal ini akan menjadi krisis bagi SDF. “Dua puluh tahun dari sekarang, kecuali kita dapat mengganti sejumlah besar orang dengan robot, akan sulit mempertahankan tingkat kemampuan perang saat ini,” kata anggota parlemen Jepang Akihisa Nagashima, Kamis (20/9).
Secara kesuluruhan militer Jepang hanya mampu merekrut 77 persen dari target 9,733 personel yang mereka butuhkan. Sementara penduduk yang berusia 18 sampai 26 tahun diprediksi akan merosot menjadi 7,8 juta orang 30 tahun mendatang. “Situasi (keamanan) Jepang tidak akan lebih damai lagi, jadi saya pikir ini benar-benar persoalan serius,” tambah Akihisa.
Tidak adanya prajurit tentu akan mempersulit pilihan bagi militer Jepang untuk menentukan misi di masa depan. Mereka juga harus bisa mempertahankan diri dari ekspansi maritim Cina dan harus menghadapi ketidakstabilan di Semenanjung Korea. “Kekurangan tenaga kerja ini akan berdampak pada operasional, ini membuat sakit kepala, ada yang harus dilakukan dengan semakin sedikitnya pasukan dan saya rasa tidak ada solusi yang mudah,” kata mantan Menteri Pertahanan Jepang Hideshi Tokuchi.
Perekonomian Jepang terus tumbuh, angka pengangguran terendah selama 25 tahun terakhir dan semakin banyak lagi lulusan SMA yang kuliah ke perguruan tinggi. Tentu hal ini menjadi kabar baik bagi Jepang tapi di satu sisi juga membuat militer mereka kesulitan merekrut prajurit baru. “Meski kami memiliki anggaran, kami kehilangan sejumlah tentara yang telah ditentukan,” kata Kenji Wakamaya yang juga mantan Menteri Pertahanan Jepang.
Jepang menganggarankan 247,154 prajurit pada bulan Maret 2018 lalu. Tapi mereka hanya memperkerjakan 225,789 prajurit. Angka terendah ada pada prajurit yang 26 persen lebih sedikit dibandingkan anggaran yang sudah ditentukan.
Rekrut Perempuan
Konstitusi Jepang melarang adanya wajib militer. Mereka pun berusaha merekrut lebih banyak perempuan, dan mulai bulan depan, usia maksimum untuk rekrutan baru akan dinaikkan menjadi 32 tahun begitu juga dengan usia pensiun juga dinaikan. “Ada waktunya ketika kami berpikir anak muda biasanya lebih kuat, tapi jika dipikirkan lagi pengalaman dan kemampuan menjadi lebih penting lagi saat ini,” kata Direktur Personalia Kementerian Pertahanan Jepang Ritsuko Hiroshi.
Militer Jepang meluncurkan Inisiatif Penguatan Personil Perempuan pada tahun lalu. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah prajurit perempuan dari 6,1 persen pada tahun 2016 lalu menjadi sembilan persen pada tahun 2030 mendatang. Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 15 persen prajurit perempuan dan Inggris 10 persen prajurit perempuan angka tersebut termasuk kecil.
Meski kini perempuan Jepang sudah bisa memegang beragam jabatan di militer. Tapi mereka masih sering ditugaskan pada peran non-tempur. “Mereka sering diposisikan secara tradisional dianggap tugas perempuan, apa pun yang tidak memegang senjata,” kata ahli Jepang Universitas Kalifornia Sabine Fruhstruck. Militer Jepang pun melakukan berbagai cara agar banyak anak muda tertarik menjadi tentara.
Mereka memasang poster SDF berbentuk manga atau komik Jepang. Langkah ini membuat citra SDF di masyarakat jadi sedikit lebih lunak. Tapi tidak mempengaruhi angka perekrutan mereka. “Sangat jarang ditemukan ada yang bergabung karena melihat poster, mereka bergabung karena didorong oleh orang tua atau saudara atau guru mereka yang pernah menjadi anggota SDF,” kata Profesor Universitas Hitotsubashi, Fumika Sato.
Sumber Berita : republika.com
Sumber foto : scmp.com
[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]