Ada Agenda The Fed Pekan Ini, Rupiah Bakal Terpuruk?
Rupiah menjadi salah satu loser di Asia pada pekan lalu akibat menanjaknya kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Indonesia. Rupiah sempat mencatat pelemahan 3 hari beruntun melawan dolar AS, sebelum bangkit setelah Bank Indonesia (BI) memberikan kejutan kecil.
Melansir data Refintiv, sepanjang pekan lalu rupiah melemah 0,28% ke Rp 14.335/US$ di pasar spot. Dengan pelemahan tersebut rupiah menjadi yang terburuk ketiga di Asia, hanya lebih naik dari dolar Taiwan dan rupee India.
Sementara itu baht Thailand menjadi yang terbaik di pekan lalu dengan penguatan sebesar 0,55%.
Terus menanjaknya kasus Covid-19 terutama varian Omicron berisiko menekan rupiah pada pekan ini. Kemarin, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan penambahan kasus sebanyak 2.925 orang, setelah sehari sebelumnya bertambah sebanyak 3.205 orang. Penambahan tersebut menjadi yang terbanyak sejak 18 September lalu.
Memang penambahan kasus mengalami penurunan, tetapi masih cukup tinggi dan dalam tren menanjak. Ada kekhawatiran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bakal diketatkan jika kasus terus menanjak. Hal ini tentunya berisiko menghambat pemulihan ekonomi, yang memberikan sentimen negatif ke rupiah.
Selain itu, pelaku pasar akan berfokus pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pada Kamis (27/1). Seperti diketahui, The Fed akan sangat agresif menormalisasi kebijakan moneternya.
Dalam notula rapat kebijakan moneter edisi Desember yang dirilis awal bulan ini terungkap bahwa tidak hanya akan mengerek suku bunga sebanyak 3 kali pada tahun ini, The Fed juga kemungkinan akan mengurangi nilai neracanya (balance sheet).
Bank investasi Goldman Sachs bahkan memprediksi The Fed bisa menaikkan suku bunga lebih dari 3 kali pada tahun ini. Jika dalam pengumuman kebijakan moneter pekan ini ada indikasi ke sana, maka rupiah berisiko tertekan.
Tetapi, jika dalam pengumuman kebijakan moneter pekan ini, ketua The Fed Jerome Powell menunjukkan sikap yang lebih kalem, ada peluang rupiah bakal melesat.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan sebab rupiah berakhir stagnan Jumat pekan lalu. Rupiah masih berada di atas rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/ MA 200). Artinya, Mata Uang Garuda kini berada di atas tiga MA, selain MA 200 juga di atas MA 100 dan MA 50. Sehingga tekanan bagi rupiah menjadi lebih besar.
Selain itu, indikator Stochastic bergerak naik tetapi belum memasuki wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika Stochastic belum mencapai overbought, artinya risiko pelemahan rupiah masih besar.
Resisten terdekat kini berada di kisaran Rp 14.360/US$, penembusan ke atas level tersebut berisiko membawa rupiah ke Rp 14.390/US$ hingga Rp 14.400/US$. Jika level tersebut juga ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.450/US$ pada pekan ini.
Sementara itu MA 200 di kisaran Rp 14.320/US$ hingga Rp 14.330/US$ menjadi support terdekat yang harus dilewati rupiah untuk bisa menguat lebih lanjut menuju Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.280/US$.
Support kuat Rp 14.260/US$ hingga Rp 14.250/US$ akan menjadi penahan rupiah pada pekan ini jika terus menguat.
Sumber : medcom.id
Gambar : Investor Daily