Ekonom Khawatir Kenaikan PPN Bakal Lemahkan Ekonomi
Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus khawatir kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen jadi 15 persen pada 2022 mendatang, bakal berdampak pada ekonomi. Dalam hal ini, melemahkan daya beli masyarakat.
“Kenaikan PPN ini tentunya akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi dan produksi bagi masyarakat. Lalu, terjadi kenaikan harga barang-barang. Di tengah pandemi seperti ini, tentu akan menyulitkan daya beli,” ungkapnya dalam webinar bertajuk ‘PPN 15 Persen Perlukah di Masa Pandemi?’, Selasa (11/5).
Melemahnya daya beli akan berdampak pada menurunnya permintaan barang dan jasa. Hal ini akan berdampak pada penurunan utilisasi dan penjual sektor usaha.
“Utilisasi dan penjualannya tentu akan turun dan akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja,” imbuhnya.
Turunnya penyerapan tenaga kerja akan berdampak pada menurunnya konsumsi hingga akhirnya menghambat program pemulihan ekonomi nasional.
Jika ditariklebih spesifik ke sektor industri, dampak kenaikan PPN akan membuat perusahaan memerlukan lebih banyak modal kerja tambahan.
Sementara pasca pandemi covid-19, menurut Heri, pihak perbankan akan menurunkan plafon kredit yang jadi salah satu sumber tambahan modal.
“Kalau sumber tambahan modal kerja surut, sulit untuk ekspansi dan utilisasi industri tertekan. PPN tidak akan memberikan dampak positif bagi pemerintah. Ujungnya kita terjebak pada situasi pelemahan ekonomi ini,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad meminta pemerintah menunda kenaikan tarif PPN. Dengan kondisi ekonomi saat ini, yang masih belum pulih sepenuhnya, tujuan pemerintah untuk mengerek pendapatan dengan cara tersebut tak akan berhasil.
“Pada tahun depan, kita masih dalam periode pemulihan ekonomi dan belum tahu kapan pandemi covid-19 ini selesai. Saya kira ini menjadi poin kritis, jangan sampai kebijakan ini justru malah merugikan masyarakat,” pungkasnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia