Dolar AS Sedang ‘Mabuk’, Harga Emas Ambil Momentum Melesat
Kejatuhan nilai tukar dolar AS membuat harga emas terkerek naik. Kenaikan emas semalam berlanjut hingga hari ini tembus level psikologis US$ 1.800/troy ons.
Kemarin harga emas dunia di pasar spot naik 1,6% dari US$ 1.786/troy ons menjadi US$ 1.815/troy ons. Di saat yang sama indeks dolar turun 0,3%. Ini menjadi kali pertama sejak 25 Februari lalu ketika di penutupan perdagangan emas masih bisa bertahan di level US$ 1.800/troy ons.
Secara teknikal, tembusnya harga emas ke US$ 1.800 telah berhasil melampaui rata-rata pergerakan harga 100 hariannya (moving average 100/MA100). Ini merupakan suatu pertanda baik bagi emas meski rata-rata harga 50 hariannya (MA50) masih di bawah MA100 dan MA200.
Sebenarnya dilihat dari sisi fundamental greenback seharusnya menguat secara teoritis karena data tunjangan klaim pengangguran yang turun.
Pada pekan yang berakhir 1 Mei 2021, jumlah klaim tunjangan pengangguran turun 92.000 dari sepekan sebelumnya menjadi 498.000. Jumlah klaim tersebut adalah yang terendah sejak pertengahan Maret tahun lalu.
Meski pasar tenaga kerja terus membaik, tetapi masih jauh dari kata ideal. Sebab, klaim tunjangan pengangguran yang tergolong sehat ada di kisaran 200.000-250.000.
Oleh karena itu, pasar masih yakin bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan tetap mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar selama belum tercipta maximum employment. Suku bunga acuan akan tetap rendah, mendekati 0%.
“Investor di pasar saham bersemangat karena iklim suku bunga rendah sepertinya masih akan bertahan cukup lama, ditambah dengan adanya stimulus fiskal dari pemerintah. Kita juga melihat data ekonomi terus menunjukkan perbaikan,” kata Sam Stovall, Chief Investment Strategist di CFRA Research, seperti dikutip dari Reuters.
Kebijakan moneter longgar yang ditempuh The Fed dan injeksi likuiditas yang masih terus dilakukan lewat quantitative easing (QE) memang berpeluang besar membuat dolar AS turun lebih lanjut. Ini juga menjadi kabar yang baik bagi emas.
Meskipun kombinasi vaksinasi yang agresif di AS, penggelontoran stimulus fiskal jumbo dan kebijakan moneter ultra-longgar membuat inflasi perlahan-lahan meningkat, tetapi bank The Fed sepertinya memang masih enggan buru-buru menaikkan suku bunga.
Apabila melihat laporan kebijakan moneter The Fed yang terbaru, para komite pengambil kebijakan yang tergabung dalam FOMC cenderung tak berniat untuk menaikkan suku bunga acuan setidaknya sampai dua tahun ke depan.
Dalam berbagai kesempatan sang bos The Fed Jerome Powell senantiasa menegaskan bahwa tapering adalah kebijakan yang prematur saat ini. The Fed mengakui inflasi akan naik dan dibiarkan tinggi dalam waktu temporer untuk mengkompensasi penurunan inflasi yang terjadi selama pandemi.
The Fed akan terus memberikan guidance dan mengkomunikasikannya secara jelas ke para pelaku ekonomi setiap kebijakannya. Untuk saat ini The Fed fokus pada dual mandate-nya yaitu price stability dan maximum employment.
Dari sisi harga, inflasi sudah mulai tampak. Namun sepertinya The Fed tak terlalu khawatir karena framework kebijakan moneter yang dipakai sekarang sedikit di adjust, yang tadinya inflation targeting di angka 2%, kini berubah jadi inflation averaging. Asalkan rata-ratanya masih 2% tidak apa-apa. Kurang lebih begitu yang dimaksud The Fed.
Dengan ditahannya suku bunga rendah untuk waktu yang lama lower for longer juga semakin memperkuat fundamental emas. Suku bunga yang rendah membuat biaya peluang memegang aset tak berimbal hasil seperti emas turun, sehingga menjadi lebih menarik.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia