3 Negosiasi Bidang Ekonomi Top Dunia Dinanti di 2020
Dunia menunggu 10 negosiasi top dunia pada tahun depan. Di antaranya, tiga negosiasi di bidang ekonomi yang memiliki dampak penting, seperti perang dagang antara AS dan China.
Berikut seperti dirinci Forbes:
Perang Dagang AS dan China
Kementerian Perdagangan China mengklaim telah mencapai prinsip-prinsip kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang dengan AS. Pihak Gedung Putih juga mengklaim telah membuat kemajuan di berbagai proses untuk menyelesaikan masalah gencatan dagang dengan Cina.
Menurut Pemerintahan Presiden AS Donald Trump, China setuju untuk meningkatkan impor tahunannya menjadi US$200 miliar, dan secara khusus berjanji untuk membeli produk pertanian AS senilai US$50 miliar.
Pada prinsipnya, AS diwakili oleh Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin ingin mengurangi defisit perdagangan sebesar US$419,2 miliar. AS juga ingin agar China menghentikan subsidi industri-industri utama, serta memaksa investor asing untuk mentransfer teknologi mereka.
Sementara itu, China diwakili oleh Wakil Perdana Menteri Liu He ingin mempertahankan surplus perdagangan terhadap AS setinggi mungkin dan enggan memenuhi permintaan AS.
Gencatan dagang dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini sudah berlangsung hampir dua tahun. Dampak dari perang dagang AS dan China bahkan diyakini menjadi beban perdagangan negara-negara lain di dunia.
Awalnya, Trump menggunakan tarif sebagai senjata untuk melumpuhkan perdagangan China. Dan, voila, China untuk pertama kalinya dalam 30 tahun mencatat perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sektor manufakturnya pun menyusut.
Pada awal 2020, AS dan China dikabarkan menjajaki kesepakatan dagang fase I. “Kami akan melakukan seremoni penandatanganan. Kami akan melakukan penandatanganan lebih cepat karena kami ingin menyelesaikannya” ujar Trump.
Kesepakatan dagang fase I merupakan hasil perundingan AS dan China di Washington pada Oktober lalu. Seharusnya, penandatanganan dilakukan pada Desember ini, tetapi aral melintang.
Brexit di Tangan Boris Johnson
Kemenangan Boris Johnson sebagai perdana menteri dalam pemilu Inggris dianggap akan memuluskan langkah Inggris keluar dari persekutuan negara-negara Uni Eropa (brexit), sekaligus keluar dari kebuntuan politik dan ketidakpastian.
Pekan lalu, parlemen Inggris menggelar pemungutan suara terkait rancangan undang-undang brexit yang diajukan Johnson. Hasilnya, mereka setuju dan mendukung brexit. Artinya, Inggris akan keluar dari Uni Eropa.
“Sekarang adalah saat untuk berkumpul. Menulis bab baru dalam kisah negara kita, menjalin kemitraan baru dengan teman-teman Uni Eropa kita, untuk berdiri tegak di dunia,” tutur Johnson.
Dalam RUU brexit, Inggris keluar dari persekutuan Uni Eropa pada 31 Januari 2020. Sementara, seluruh negosiasi perdagangan dengan Uni Eropa dan negara anggota berakhir pada Desember 2020.
Sejumlah pakar ekonomi pesimis Uni Eropa dan Inggris dapat menyepakati sejumlah perjanjian perdagangan hanya dalam tempo 11 bulan. Namun, Johnson berkeras tetap akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa untuk mengakhiri kemelut selama 3,5 tahun.
Hal ini membuat banyak pengusaha cemas bahwa Inggris akan meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan. Jika situasi itu terjadi, kekhawatirannya bakal membuat kekacauan proses perdagangan dengan Eropa dan bisa menyeret Inggris ke dalam resesi ekonomi.
Sebelumnya, Capital Economics menyebut lima negara dengan ekonomi terbesar di dunia berisiko jatuh ke dalam resesi. Yakni, Jerman, Inggris, Italia, Brasil, dan Meksiko. Namun, ekonom optimis Inggris dapat menghindari resesi, meskipun pertumbuhannya melambat.
LV Akuisisi Tiffany
Transaksi akuisisi Louis Vuitton (LVMH) terhadap Tiffany & Co bisa gagal total lantaran proses tawar menawar berjalan cukup alot. LVMH menaikkan tawaran untuk membeli saham Tiffany sebesar US$16,2 miliar atau US$135 per saham usai menolak tawaran sebelumnya, yakni US$120 per saham.
Apabila tawaran LVMH diterima Tiffany, maka transaksi antara dua perusahaan akan menjadi kesepakatan terbesar dalam sejarah industri barang mewah. Kedua produk yang dihasilkan LVMH dan Tiffany merupakan lambang kemewahan di industri mode dunia.
Transaksi antara Louis Vuitton dan Tiffany sendiri akan ditutup pada pertengahan 2020, jika regulator dan pemegang saham Tiffany setuju dengan tawaran LVMH.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]