Warga Tolak Referendum, Konstitusi Australia Gagal Akui Hak Aborigin
Australia menolak mengakui hak-hak masyarakat adat termasuk suku Aborigin dan bangsa pribumi lainnya seperti Penduduk Pribumi Selat Torres dalam konstitusi mereka melalui referendum yang digelar pada Sabtu (15/10).
Pemungutan suara ini mempertanyakan apakah bersedia mengubah konstitusi untuk mengakui Aborigin dan masyarakat Pulau Selat Torres melalui pembentukan badan penasehat Masyarakat Adat.
Hasilnya, lebih dari 60 persen masyarakat menjawab “No” dalam referendum itu. Sementara itu, hanya 40 persen masyarakat yang memilih “Yes”.
Merespons hasil itu, sejumlah pihak menilai ini menjadi kemunduran atas upaya rekonsiliasi antara negara dengan masyarakat adat (pribumi) Australia yang kerap disebut First Nations. Hasil referendum ini juga disebut banyak pihak bisa berdampak terhadap citra Negeri Kanguru di mata dunia.
Suku Aborigin dan Penduduk Pribumi Selat Torres (Bangsa Pertama) adalah First Nations di Australia. Sementara itu, selama ini, Australia belum mengakui secara hukum masyarakat First Nations atau pribumi di negara tersebut.
“Ini adalah ironi yang pahit. Bahwa orang-orang baru berada di benua ini selama 235 tahun menolak untuk mengakui mereka yang tinggal di benua ini selama 60.000 tahun atau lebih adalah hal yang tidak masuk akal,” kata para pemimpin suku Aborigin, dikutip Reuters.
Aborigin dan penduduk Kepulauan Selat Torres berjumlah 3,8 persen dari 26 juta penduduk di Australia. Mereka telah menghuni benua itu selama sekitar 60.000 tahun.
Namun, Aborigin dan penduduk Torres tak disebutkan dalam konstitusi. Berdasarkan sebagian besar ukuran sosial-ekonomi, mereka merupakan kelompok masyarakat yang paling dirugikan di negara ini.
“Referendum adalah kesempatan bagi pendatang baru untuk menunjukkan rasa terima kasih dan untuk mengakui perampasan brutal rakyat kita yang menjamin setiap keuntungan mereka di negara ini,” demikian pernyataan mereka.
Jika referendum diakui, mereka akan mendapat hak untuk diajak berkonsultasi tentang undang-undang yang berdampak pada komunitas mereka.
Tak hanya pernyataan kecewa, Aborigin juga memasang bendera setengah tiang selama sepekan sebagai respons hasil referendum.
Sementara itu, Perdana Menteri Anthony Albanese mengakui bahwa hasil referendum ini bukanlah seperti yang diharapkannya. Namun, ia mengatakan negaranya harus mencari cara baru untuk melakukan rekonsiliasi.
“Jalan negara kita menuju rekonsiliasi seringkali sulit,” kata Albanese dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.
“Malam ini bukanlah akhir dari perjalanan dan tentunya bukan akhir dari upaya kami untuk menyatukan masyarakat.”
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Tempo.co