Alokasi Dana Wajib Kesehatan 5 Persen Resmi Dihapus dalam UU Baru
Kewajiban alokasi anggaran (mandatory spending) untuk kesehatan sebesar 5 persen resmi dihapus dalam Undang-undang tentang Kesehatan.
UU baru itu disahkan DPR dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023, hari ini (11/7).
“Apakah Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesehatan dapat disetujui menjadi UU?” tanya Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks DPR, Senayan.
Mayoritas anggota yang hadir menyahut pertanyaan Puan dengan kata setuju. Setelah itu, Puan mengetok palu sidang sebagai tanda disahkannya RUU itu menjadi UU.
Fraksi-fraksi yang menyetujui pengesahan aturan ini adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. NasDem menerima dengan catatan, sedangkan Demokrat dan PKS tegas menolak.
Sebelum disahkan, klausul mandatory spending 5 persen untuk kesehatan memang sirna dalam draf RUU. Padahal sebelumnya, dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah wajib mengalokasikan anggaran 5 persen.
“Besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal sebesar lima persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji,” bunyi Pasal 171 ayat (1) beleid itu.
Penolakan untuk menghapus mandatory spending dalam UU Kesehatan pun sempat datang dari sejumlah fraksi, di antaranya Demokrat dan PKS.
Anggota Komisi IX DPR dari fraksi Demokrat Aliyah Mustika Ilham mengatakan fraksinya terus memperjuangkan peningkatan anggaran kesehatan sebagai bentuk konkret keberpihakan terhadap kesehatan rakyat. Demokrat mengusulkan dalam rapat panja besaran alokasinya justru harus ditingkatkan dari 5 persen.
“Namun tidak disetujui dan pemerintah lebih memilih mandatory spending dihapuskan. Ini menunjukkan kurangnya komitmen negara dalam menyiapkan kesehatan yang layak, merata, dan berkeadilan,” katanya dalam Rapat Kerja dengan pemerintah terkait RUU Kesehatan, Senin (19/6).
Anggota Komisi IX DPR dari fraksi PKS Netty Prasetyani menilai tidak dimasukkannya mandatory spending dalam RUU Kesehatan merupakan kemunduran bagi kesehatan masyarakat.
“Fraksi PKS berpendapat bahwa mandatory spending adalah bagian paling penting dalam UU ini karena semua hal yang ditulis dalam UU ini sangat tergantung pada kesediaan dana untuk pelaksanaannya,” katanya.
Kendati demikian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kewajiban alokasi minimal anggaran kesehatan harus dihapus lantaran selama ini belanja wajib sebesar 5 persen untuk kesehatan tidak berjalan baik, dan justru rawan disalahgunakan untuk program-program yang tidak jelas.
“Pengalaman pemerintah mengenai mandatory spending itu tidak 100 persen mencapai tujuannya. Tujuan kita bukan besarnya mandatory spending, tapi adanya komitmen spending anggaran dari pemerintah untuk memastikan program-program di sektor itu bisa berjalan,” ujar Budi.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia