Raja Salman Tunjuk Putra Mahkota sebagai Perdana Menteri Arab Saudi
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang sudah secara luas dianggap sebagai penguasa de facto Arab Saudi, diangkat menjadi perdana menteri oleh ayahnya melalui dekrit kerajaan pada Selasa, 27 September.
Pangeran Mohammed bin Salman, atau sering juga disebut sebagai MBS, sebelumnya pernah menduduki posisi menteri pertahanan di pemerintahan Arab Saudi.
Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud juga mempromosikan putra keduanya, Pangeran Khalid, dari wakil menteri pertahanan menjadi menteri pertahanan. Putra lainnya, Pangeran Abdulaziz bin Salman, mempertahankan posisinya sebagai menteri energi.
Sementara anggota keluarga kerajaan Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, mantan duta besar untuk tempat kelahirannya di Jerman, tetap menjadi menteri luar negeri.
Di posisi senior lainnya, Menteri Keuangan Mohammed al-Jadaan dan Menteri Investasi Khalid al-Falih tetap menduduki posisi mereka, meski keduanya bukan anggota keluarga kerajaan.
Menurut dekrit kerajaan, Raja Salman yang berusia 86 tahun masih akan memimpin rapat kabinet. Menyusul pengumuman itu, saluran televisi pemerintah Arab Saudi menayangkan Raja Salman memimpin rapat kabinet pada Selasa.
Raja Salman, yang mengambil alih kekuasaan pada 2015, telah mengalami gangguan kesehatan dan dirawat di rumah sakit dalam beberapa tahun terakhir.
Modernisasi Arab Saudi
Putra mahkota adalah tokoh terkemuka dalam rencana “Visi 2030” kerajaan untuk mengubah infrastruktur ekonomi dan energi negara. Dia juga berusaha untuk menggembar-gemborkan reformasi sosial, seperti mengizinkan perempuan mengemudikan mobil, dengan beberapa syarat.
Tetapi modernisasi, yang menurut para kritikus Arab Saudi hanya membuat kemajuan kecil, telah disertai tindakan keras berkelanjutan terhadap aktivis hak-hak sipil, kelompok tak beragama, dan lainnya yang mengungkapkan perbedaan pendapat dengan monarki Islam.
Reputasi MBS baru-baru ini ternoda atas hilangnya jurnalis terkemuka Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul di Turki pada 2018. Intelijen AS menyebutkan bahwa putra mahkota kemungkinan menyetujui pembunuhan itu.
Negara-negara Barat pada awalnya menjauhkan diri dari kerajaan setelah kematian Khashoggi. Tetapi para pemimpin Prancis, Jerman, dan AS baru-baru ini mengadakan pembicaraan dengan Salman, karena Eropa barat, khususnya, mencari sumber bahan bakar fosil yang dapat diandalkan selain Rusia.
Presiden AS Joe Biden pernah mengatakan dirinya akan menjadikan Arab Saudi sebagai “paria” atas pembunuhan Khashoggi. Tetapi Biden mengunjungi kerajaan dan bertemu dengan putra mahkota awal tahun ini, mengakui pentingnya hubungan berkelanjutan dengan pengekspor minyak terbesar di dunia.
Kanselir Jerman Olaf Scholz melakukan tur ke negara-negara Teluk minggu lalu, termasuk berbicara dengan MBS. Menghadapi kritik di dalam negeri karena menghindari pertanyaan-pertanyaan sulit di Arab Saudi mengingat kebutuhan mendesak akan opsi gas dan minyak alternatif, Scholz mengatakan kepada wartawan di Jeddah bahwa dia dan putra mahkota “membahas semua pertanyaan seputar warga negara dan hak asasi manusia.”
Sumber : medcom.id
Gambar : MSN