Junta Militer Myanmar Buka Perbatasan usai 2 Tahun Lockdown Pandemi
Junta militer Myanmar kembali membuka perbatasan negara dan mengizinkan turis asing masuk setelah lockdown selama lebih dari dua tahun akibat pandemi Covid-19, Kamis (12/5).
“Dengan tujuan untuk mengembangkan sektor pariwisata … aplikasi e-Visa (Turis) akan diizinkan dan diterima mulai 15 Mei 2022,” kata pemberitahuan di Global New Light of Myanmar.
Meski begitu, Myanmar tidak memberikan rincian tentang kapan turis gelombang pertama mulai bisa masuk negara itu.
Pembukaan perbatasan ini dilakukan ketika Myanmar semakin terisolasi terutama sejak militer menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.
Kudeta militer itu memicu protes besar dan tindakan keras militer berdarah terhadap perbedaan pendapat. Berbagai negara, terutama Barat, juga mengecam hingga menjatuhkan sanksi terhadap junta militer Myanmar.
Kelompok-kelompok aktivis memperingatkan kepentingan militer dalam petak-petak ekonomi, termasuk pertambangan, bank, minyak bumi, pertanian hingga pariwisata, hanya akan semakin memperkaya junta militer.
“Bahkan jika pengunjung asing menghindari hotel dan transportasi milik militer Myanmar dan rekanan mereka, mereka masih akan mendanai junta melalui biaya visa, asuransi dan pajak,” kata kelompok aktivis Justice for Myanmar seperti dikutip AFP.
“Kami menyerukan kepada siapa pun yang mempertimbangkan liburan di Myanmar untuk memboikot ini,” ucap kelompok itu menambahkan.
Sejak pemerintahan Aung San Suu Kyi kembali menegakkan demokrasi pada 2011, Myanmar kembali membuka diri untuk turis, menjadi populer di kalangan pelancong yang mencari tujuan eksotis jauh dari tempat backpacker yang ramai di Asia Tenggara.
Tetapi sektor pariwisata Myanmar terpukul oleh pandemi Covid-19, dengan negara itu mencatat 40.000 kasus Covid-19 setiap hari pada puncaknya tahun lalu. Myanmar telah mencatat hampir total 20.000 kematian akibat Covid-19 sejauh ini.
Hal tersebut diperburuk dengan kudeta militer. Bentrokan antara pejuang anti-kudeta dan pasukan keamanan setelah pengambilalihan pemerintahan, termasuk di kota-kota utama Yangon dan Mandalay, juga telah merusak bisnis, dengan banyak perusahaan internasional menarik diri dari negara itu.
Lebih dari 1.800 orang tewas oleh pasukan keamanan Myanmar dan lebih dari 13.000 lainnya ditangkap sejak kudeta berlangsung, menurut kelompok pemantau lokal.
Ekonomi Myanmar pun merosot drastis, di mana nilai mata uang kyat lokal jatuh terhadap dolar Amerika Serikat. Pemadaman listrik bergilir juga terus terjadi di kota-kota besar hingga memperburuk kesengsaraan ekonomi.
Akses ke ATM dan konter valuta asing juga tidak merata bahkan di pusat komersial Yangon.
Sementara itu, penerbangan komersial untuk pelancong bisnis telah dibuka sejak April lalu. Pengunjung diharuskan mengikuti tes Covid-19 pada saat kedatangan tetapi tidak lagi diharuskan untuk dikarantina.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia