BPOM Restui Perpanjangan Kedaluwarsa Sejumlah Vaksin Covid
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi memberikan persetujuan mengenai masa kedaluwarsa sejumlah vaksin virus corona (Covid-19) yang telah beredar maupun yang tengah proses produksi di Indonesia.
BPOM menjelaskan, batas kedaluwarsa suatu vaksin merupakan bagian dari jaminan keamanan, kemanfaatan, dan mutu yang ditetapkan berdasarkan data uji stabilitas produk vaksin.
Batas kedaluwarsa memberikan indikasi batas akhir jaminan mutu penggunaan vaksin jika disimpan sesuai dengan kondisi uji stabilitas. BPOM mengaku telah meminta kepada seluruh produsen vaksin untuk melengkapi data stabilitas terbaru atau jangka panjang.
“BPOM memberikan persetujuan perpanjangan batas kedaluwarsa untuk vaksin Covid-19 dari 6 bulan menjadi sebagai berikut,” tulis BPOM dikutip dari situs resmi, Senin (14/3).
Rinciannya, untuk vaksin Covid-19 produksi Bio Farma diberikan masa kedaluwarsa baru selama 12 bulan. Selanjutnya, vaksin Sinopharm kemasan 1 dosis prefilled syringe, diberikan batas kedaluwarsa 12 bulan.
Vaksin Zifivax dengan batas kedaluwarsa 12 bulan, vaksin Sinopharm kemasan 2 dosis atau vial dengan batas kedaluwarsa 9 bulan, vaksin AstraZeneca batch tertentu yang diproduksi oleh Catalent Anagni S.R.L., Italia dengan batas kedaluwarsa 9 bulan.
Kemudian vaksin produksi Pfizer-Biontech (Comirnaty) dengan tempat produksi di Pfizer Manufacturing Belgium, Puurs, Baxter dirilis Biontech dan Mibe dirilis Biontech dengan batas kedaluwarsa 9 bulan.
“Batas kedaluwarsa ini dapat diperpanjang jika tersedia data baru yang dapat membuktikan bahwa mutu dan keamanan vaksin masih memenuhi syarat pada saat mendekati kedaluwarsa, sepanjang vaksin disimpan sesuai dengan kondisi yang ditetapkan,” lanjut BPOM.
BPOM juga menjelaskan dalam proses pengajuan izin penggunaan darurat (EUA) vaksin kepada BPOM, Industri Farmasi harus menyampaikan hasil uji stabilitas untuk penetapan batas kedaluwarsa.
Sesuai standar internasional, persyaratan data uji stabilitas minimal untuk EUA obat dan vaksin adalah 3 bulan. BPOM selanjutnya melakukan evaluasi terhadap data mutu dan hasil uji stabilitas yang mencakup antara lain identifikasi, potensi, sterilitas, cemaran atau impurities, endotoksin, dan pH produk akhir vaksin.
Berdasarkan hasil evaluasi stabilitas 3 bulan tersebut, BPOM kemudian menetapkan batas kedaluwarsa vaksin sesuai standar internasional yaitu 2 kali waktu pelaksanaan uji stabilitas.
“Dengan demikian, semua vaksin Covid-19 yang merupakan vaksin yang baru diproduksi dan memiliki data uji stabilitas dengan durasi 3 bulan, diberikan persetujuan masa kedaluwarsa 6 bulan,” ujar BPOM.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penangan Covid-19 Wiku Adisasmito sebelumnya mengatakan pemerintah memutuskan memperpanjang masa kedaluwarsa 18 juta vaksin Covid-19. Sebanyak 18 juta vaksin itu, kata Wiku, merupakan stok vaksin yang seharusnya disuntikkan pada Februari 2022.
Wiku mengklaim hal itu dilakukan dengan hati-hati oleh pemerintah. Ia mengaku pihaknya telah melakukan diskusi dengan pakar dan pabrik obat secara mendalam. Sehingga, pihaknya dapat memutuskan perpanjangan kedaluwarsa.
Meski begitu, ia menekankan perpanjangan masa kedaluwarsa vaksin bukanlah solusi utama. Menurutnya, supaya itu dilakukan agar stok vaksin yang ada tidak terbuang begitu saja.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia