Kena Tekanan Hebat, Awas Rupiah Jeblok ke Rp 14.400/US$
Nilai tukar rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Kamis (27/1) setelah stagnan kemarin. Banyaknya sentimen negatif yang membayangi membuat rupiah melemah saat pembukaan, tetapi tidak lama kembali stagnan sebelum kembali melemah mendekati Rp 14.400/US$. Melihat pergerakan tersebut, ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi guna menstabilkan rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah melemah 0,14% di pembukaan perdagangan sebelum kembali stagnan di Rp 14.350/US$. Namun, rupiah kembali masuk ke zona merah, bahkan lebih dalam sebesar 0,21% ke Rp 14.380/US$ pada pukul 9:05 WIB.
Tekanan besar bagi rupiah datang dari bank sentral AS (The Fed) yang mengumumkan kebijakan moneternya dini hari tadi. Ketua The Fed, Jerome Powell mengindikasikan akan segera menaikkan suku bunga, artinya peluang terjadi di bulan Maret semakin besar.
Selain itu Powell menyatakan inflasi berisiko semakin tinggi, dan menjadi tugas The Fed untuk menurunkannya hingga menjadi 2%. Saat ini inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) berada di 7% yang merupakan level tertinggi dalam nyaris 4 dekade terakhir.
Powell yang menyatakan akan menurunkan inflasi hingga 2% dianggap sebagai sinyal kenaikan suku bunga akan lebih agresif di tahun ini. Yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun langsung melesat 9.6 basis poin ke 1,8727%, yang berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, dan pada akhirnya menekan rupiah.
Indeks dolar AS juga melesat 0,55% ke 96,48, yang juga akan memberikan tekanan bagi rupiah pada perdagangan hari ini.
Selain itu dari dalam negeri, kenaikan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) kembali membuat was-was pelaku pasar. Kemungkinan diketatkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) semakin besar.
Kemarin Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan ada tambahan 7.010 kasus konfirmasi positif, jauh lebih tinggi dibandingkan hari sebelumnya sebanyak 4.878 orang.
Penambahan kasus tersebut menjadi yang tertinggi sejak 7 September lalu. DKI Jakarta masih memimpin penambahan kasus sebanyak 3.509 kasus.
Seperti diketahui, dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) 05/2022 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali, menunjukkan DKI Jakarta masih berada di level 2. Hanya 1 wilayah yang masuk level 3 yakni Kabupaten Pamekasan di Jawa Timur.
Namun level tersebut bisa saja berubah pekan depan melihat kasus Covid-19 yang terus menanjak, terutama akibat varian Omicron. Hal tersebut yang diantisipasi pelaku pasar sehingga membuat rupiah tertekan.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Liputan6.com