Ancaman Kembar Varian Delta dan Omicron, Picu Tsunami COVID-19 Serta Menekan Sistem Kesehatan

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memeringatkan bahwa COVID-19 varian Delta dan Omicron dapat menjadi ancaman kembar yang mendorong lonjakan kasus ke rekor tertinggi.

Ancaman kembar ini dapat menimbulkan ‘tsunami’ yang menyebabkan tekanan pada sistem kesehatan akibat lonjakan rawat inap dan kematian.

Menurut WHO, kasus global baru telah meningkat 11 persen pekan lalu, sementara Amerika Serikat dan Prancis mencatat rekor jumlah kasus harian pada Rabu, 29 Desember 2021.

“Saya sangat prihatin bahwa Omicron — yang lebih menular — beredar pada saat yang sama dengan Delta, menyebabkan tsunami kasus,” kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada konferensi pers.

“Dan ini akan terus memberikan tekanan besar pada petugas kesehatan yang kelelahan dan sistem kesehatan di ambang kehancuran,” mengutip straitstimes.com, Jumat (31/12/2021).

Tekanan Sistem Kesehatan

Tedros menambahkan, tekanan pada sistem kesehatan tidak hanya karena pasien virus corona baru, tetapi juga sejumlah besar tenaga kesehatan yang jatuh sakit akibat COVID-19.

WHO merefleksikan perang melawan COVID-19 pada 2021 dan berharap tahun depan tahap akut pandemi akan berakhir. Namun, ini bertumpu pada kesetaraan vaksin yang lebih besar.

WHO menginginkan 40 persen populasi di setiap negara divaksinasi penuh pada akhir tahun, dan memiliki target 70 persen cakupan pada pertengahan 2022.

Tedros mengumumkan bahwa 92 dari 194 negara anggota WHO akan meleset dari target 40 persen.

“Ini karena kombinasi pasokan terbatas ke negara-negara berpenghasilan rendah hampir sepanjang tahun, dan kemudian vaksin berikutnya hampir kadaluarsa dan tanpa bagian-bagian penting seperti jarum suntik,” katanya.

“Ini bukan hanya rasa malu secara moral, itu merenggut nyawa dan memberi virus kesempatan untuk beredar tanpa terkendali dan bermutasi. Di tahun depan, saya menyerukan para pemimpin pemerintah dan industri untuk membicarakan kesetaraan vaksin.

Kendala Ketidaksetaraan dan Disinformasi

Tedros mengecam sikap negara-negara kaya, menuduh mereka memonopoli senjata untuk memerangi COVID-19 dan membiarkan pintu belakang terbuka untuk virus.

“Populisme, nasionalisme yang sempit, dan penimbunan alat kesehatan, termasuk masker, terapi, diagnostik, dan vaksin, oleh sejumlah kecil negara merusak kesetaraan dan menciptakan kondisi ideal untuk munculnya varian baru,” katanya.

Sementara itu disinformasi telah menjadi gangguan konstan pada 2021, menghambat upaya untuk mengalahkan pandemi.

“Dalam gelombang besar kasus yang saat ini terlihat di Eropa dan di banyak negara di seluruh dunia, informasi yang salah yang telah mendorong keragu-raguan vaksin sekarang diterjemahkan menjadi kematian yang tidak proporsional,” katanya.

Tedros menyesalkan bahwa sementara ada 1,8 juta kematian yang tercatat pada 2020, ada 3,5 juta pada tahun 2021 dan jumlah sebenarnya akan jauh lebih tinggi.

 

 

 

 

 

Sumber : liputan6.com
Gambar : liputan6.com

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *