AS Resmi Berlakukan UU Larang Impor Barang dari Xinjiang
Gedung Putih mengatakan, Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden telah menandatangani Rancangan Undang-Undang (RUU) yang melarang impor dari wilayah Xinjiang, Tiongkok karena kekhawatiran tentang kerja paksa. Hal ini disebut memicu kecaman dari Tiongkok.
Penandatanganan RUU dilakukan pada Kamis, 23 Desember 2021. Undang-Undang tersebut disahkan Kongres bulan ini, setelah anggota parlemen mencapai kompromi antara versi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS dan Senat.
Dilansir dari Channel News Asia, Jumat, 24 Desember 2021, UU Pencegahan Kerja Paksa Uighur adalah bagian dari penolakan AS terkait perlakuan Tiongkok terhadap minoritas Muslim Uighur Tiongkok. AS menyebutnya sebagai genosida.
Kunci dari UU tersebut adalah “praduga yang dapat dibantah” yang mengasumsikan semua barang dari Xinjiang, dimana Tiongkok telah mendirikan sejumlah kamp penahanan untuk Uighur dan kelompok Muslim lainnya yang dibuat dengan kerja paksa.
Hal ini diketahui melarang impor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Beberapa barang, seperti kapas, tomat, dan polisilikon yang digunakan dalam pembuatan panel surya ditetapkan sebagai “prioritas tinggi” untuk tindakan penegakan hukum.
Tiongkok menyangkal pelanggaran di Xinjiang, produsen kapas utama yang juga memasok sebagian besar bahan dunia untuk panel surya. Kedutaan Tiongkok di AS mengatakan, tindakan itu “mengabaikan kebenaran dan dengan jahat memfitnah situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Xinjiang”.
“Ini adalah pelanggaran berat hukum internasional dan norma-norma hubungan internasional, dan campur tangan besar dalam urusan internal negara. Tiongkok mengutuk keras dan dengan tegas menolaknya,” kata Juru Bicara Kedutaan Tiongkok, Liu Pengyu dalam sebuah pernyataan email.
Pengyu mengatakan “Tiongkok akan menanggapi lebih lanjut sehubungan dengan perkembangan situasi”. Namun dirinya tidak menjelaskan lebih lanjut.
Wakil Ketua Uighur-AS dari Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional (UCIRF), Nury Turkel mengatakan kepada Reuters bulan ini, efektivitas UU itu akan tergantung pada kesediaan pemerintahan Biden untuk memastikannya efektif. Terutama ketika perusahaan mencari keringanan.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan, persetujuan Biden atas UU tersebut menggarisbawahi “komitmen AS untuk memerangi kerja paksa, termasuk dalam konteks genosida yang tengah berlangsung di Xinjiang”.
“Kementerian Luar Negeri berkomitmen untuk bekerja dengan Kongres dan mitra antarlembaga kami untuk terus menangani kerja paksa di Xinjiang dan untuk memperkuat tindakan internasional terhadap pelanggaran HAM yang mengerikan ini,” ujar Blinken dalam sebuah pernyataan.
Salah satu rekan penulis RUU itu, Senator Demokrat AS Jeff Merkley mengatakan, “perlu untuk mengirim pesan yang tegas dan tegas terhadap genosida dan kerja paksa.”
“Sekarang kami akhirnya dapat memastikan bahwa konsumen dan bisnis AS dapat membeli barang tanpa keterlibatan yang tidak disengaja dalam pelanggaran HAM yang mengerikan di Tiongkok,” tutur Merkley dalam sebuah pernyataan.
Pada hari-hari terakhirnya di Januari, pemerintahan Mantan Presiden AS, Donald Trump diketahui mengumumkan larangan semua produk kapas dan tomat Xinjiang.
Badan Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai AS (CBP) memperkirakan bahwa sekitar Rp127,5 triliun produk kapas, dan Rp141,7 miliar produk tomat diimpor dari Tiongkok tahun lalu.
Sumber : medcom.id
Gambar : medcom.id