MK: Pembatasan UU Covid Selama 2 Tahun Demi Kepastian Hukum

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk membatasi masa berlaku UU Covid-19 selama dua tahun sejak UU diberlakukan.

MK menilai pembatasan masa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (UU Covid-19) sebagai bentuk kepastian hukum.

Ketentuan itu dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo sebagai bagian dari pertimbangan pengabulan gugatan Perkara Nomor 37/PUU-XVIII/2020. Penggugat dalam perkara ini adalah Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) terkait Pasal 29 lampiran UU Covid-19.

“Mahkamah dalam putusan ini harus menegaskan pembatasan waktu pemberlakuan UU a quo secara tegas dan pasti agar semua pihak memiliki kepastian atas segala ketentuan dalam UU ini yang hanyalah dalam rangka menanggulangi dan mengantisipasi dampak dari pandemi Covid-19,” kata Suhartoyo pada Kamis (28/10).

Dalam pertimbangan hukum, Mahkamah menilai, secara konseptual, state of emergency dan law in time of crisis harus menjadi satu kesatuan yang utuh. Sebab, hal itu berkaitan dengan upaya untuk menegaskan kepada masyarakat mengenai keadaan darurat. Sehingga, kata Suhartoyo, semua pihak mendapat kepastian hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Pembatasan waktu secara tegas dan pasti terhadap UU Covid-19 ini agar semua pihak memiliki kepastian atas segala ketentuan yang ada di dalamnya, hanyalah dalam rangka menanggulangi dan mengantisipasi dampak dari pandemi Covid-19 sehingga keberlakuan UU ini harus dikaitkan dengan status kedaruratan yang terjadi karena pandemi,” jelasnya.

Suhartoyo mengatakan, pembatasan perlu dilakukan karena norma tersebut telah memberikan pembatasan perihal skema defisit anggaran sampai 2022. Oleh karena itu, kata Suhartoyo, presiden harus mengumumkan secara resmi berakhirnya pandemi adalah sesuai dengan jangka waktu perkiraan defisit anggaran tersebut.

Dengan demikian, Suhartoyo mengatakan, berdasarkan pertimbangan tersebut menurut Mahkamah Pasal 29 Lampiran UU Covid-19 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

“Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi Covid-19 telah berakhir di Indonesia,” sambungnya.

Suhartoyo mengakui, pandemi diperkirakan bisa berlangsung lebih lama dari 2 tahun. Sehingga, hal-hal yang terkait dengan alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 harus mendapatkan persetujuan DPR dan pertimbangan DPD.

“Pengalokasian anggaran dan penentuan batas defisit anggaran untuk penanganan Pandemi Covid-19, harus mendapatkan persetujuan DPR dan pertimbangan DPD. Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” ucap Suhartoyo.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *