Tinggi Kematian Jateng dalam Sebulan, Sinyal Kritis Covid-19
Kasus kematian karena virus corona di Jawa Tengah terus melonjak selama satu bulan terakhir. Pakar epidemiologi menilai tingginya kematian sebagai sinyal banyak pasien Covid-19 dalam kondisi kritis.
Berdasarkan data kematian harian yang dilaporkan Satgas Covid-19, Jawa Tengah merupakan provinsi paling sering menyumbang kematian harian terbanyak.
Sejak 4 Juli hingga 3 Agustus, tercatat kematian di provinsi ini 18 kali berada di urutan pertama, berkejaran dengan Jawa Timur.
Jika dijumlah dalam 30 hari belakangan, kematian di Jawa Tengah mencapai 9.271 kasus dengan rata-rata 309 orang meninggal per hari. Rekor kematian di Jateng pada 29 Juli dengan jumlah 679 kasus.
Secara nasional, provinsi ini menjadi penyumbang kematian kedua terbanyak setelah Jawa Timur. Hingga 3 Agustus 2021, jumlah korban meninggal di wilayah ini mencapai 20.427 kasus, sementara Jawa Timur masih menempati urutan pertama dengan jumlah 21.331 kasus.
Di Jawa Tengah, kabupaten/kota penyumbang kematian terbanyak adalah Kota Semarang dengan total kematian 3.154 kasus.
Penyumbang kematian terbanyak berikutnya adalah Kabupaten Kudus dengan 1.228 kasus. Diikuti Kabupaten Demak 1.158 kasus, Pati 1.108 kasus, Sragen 1.033 kasus, dan Sukoharjo 868 kasus.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi (PAEI) Masdalina Pane mengatakan berbeda dengan pendataan laju kasus positif yang bisa diakali dengan mengurangi tes, kasus kematian cenderung lebih sulit untuk dimanipulasi.
“Kasus konfirmasi kan bisa direkayasa dengan mengurangi tes, tapi yang enggak bisa ditipu itu kan kasus kematian,” kata Masdalina saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (4/8).
Menurut Masdalina, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki masalah yang sama dengan Jawa Timur, yakni tingginya kasus kematian.
Ia pun menyarankan agar pemprov Jawa Tengah meningkatkan tracing dan testing. Enam target yang telah dicanangkan pemerintah pusat juga harus dicapai.
“Main di hulu lah, jangan di hilir terus. Jadi tracingnya dinaikin, testingnya dinaikin,” ujarnya.
Menurut Masdalina, tingginya kasus kematian menunjukkan bahwa banyak pasien positif Covid-19 dalam kondisi berat. Mereka mendatangi rumah sakit dalam keadaan menjelang kematian. Padahal, pemerintah atau Satgas setempat seharusnya menemukan sebanyak dan sedini mungkin kasus-kasus tersebut.
“Untuk dilakukan isolasi dan karantina,” terang Masdalina.
Terkait kasus kematian yang banyak terjadi saat pasien melakukan isolasi mandiri, menurut Masdalina, hal ini menunjukkan program tracing dan pemantauan oleh pemerintah setempat tidak berjalan.
“Kalau ada program tracing, tracing dia kan memantau setiap hari,” tutur Masdalina.
Berdasarkan data kematian isoman yang dihimpun LaporCovid-19, sejak Juni hingga 30 Juli 2021, jumlah kematian pasien isoman di Jawa Tengah mencapai 177 kasus.
Masdalina menjelaskan pasien Covid-19 bisa saja mengawali masa isolasi mandiri dalam keadaan sehat. Namun, dalam beberapa hari kemudian kondisinya memburuk.
“Kalau dia kemudian matinya di isoman artinya program tracingnya enggak jalan, karena enggak ada yang memantau,” kata Masdalina lebih lanjut.
Faktor lain yaitu keberadaan virus varian baru yang bisa menyebabkan kematian menjadi tinggi.
Soal vaksinasi, kata Masdalina, memang tidak berkontribusi secara langsung terhadap kasus kematian. Namun, hal itu tetap menjadi salah satu faktor tingginya kematian.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Jawa Tengah menjadi provinsi dengan angka vaksinasi terendah di Jawa, selain Banten. Hingga Senin (2/8), vaksinasi Covid-19 di Jawa Tengah baru mencapai 17,94 persen dan 7,49 persen dosis kedua.
“Cakupan vaksinasi ya bisa menjadi salah satu faktor, tapi itu tidak berkontribusi langsung terhadap kematian,” tuturnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia