Mata Uang Yuan Naik, China Khawatir Ekspor Terancam

China berusaha menahan penguatan yuan terhadap dolar AS yang sempat menyentuh level tertinggi selama tiga tahun terakhir. Pasalnya, pemerintah khawatir mata uang lokal yang makin perkasa menekan daya saing ekspor negeri tirai bambu.

Dilansir dari CNBC, Jumat (4/6), penguatan yuan terhadap dolar AS membuat ekspor barang China menjadi relatif lebih mahal bagi pembeli dari negara lain.

Sementara, ekspor merupakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping itu.

Pada Kamis lalu, kurs yuan sedikit melemah terhadap dolar AS setelah sehari sebelumnya People’s Bank of China (PBOC) menetapkan titik tengah harian yuan di angka 6,3773 terhadap dolar AS.

Hal itu dinilai mampu membalikkan penguatan yuan yang terjadi selama enam hari berturut-turut sejak 24 Mei.

PBOC telah berupaya membuat pasar memainkan peran yang lebih besar dalam menentukan nilai tukar yuan. Namun, bank sentral tetap mempertahankan sejumlah kendali melalui penetapan titik tengah harian terhadap dolar, memungkinkan yuan untuk bergerak 2 persen lebih tinggi atau lebih rendah dari level tersebut.

Pada Senin malam, PBOC mengeluarkan kebijakan di mana lembaga keuangan harus meningkatkan rasio simpanan valuta asing sebesar 2 poin persentase menjadi 7 persen mulai 15 Juni. Kenaikan ini merupakan yang pertama sejak Mei 2007.

Konsekuensinya, bank harus mempertahankan lebih banyak kepemilikan mata uang asing sehingga mengurangi jumlah yang dapat digunakan untuk memengaruhi nilai tukar mata uang asing. Ini adalah kenaikan pertama dalam 14 tahun sejak perubahan sebelumnya pada Mei 2007.

Analis memperkirakan langkah tersebut bisa menekan jumlah mata uang asing yang tersedia untuk perdagangan jangka panjang sebesar US$20 miliar. Hal ini menjadi tanda bahwa bank sentral tidak akan membiarkan yuan terus menguat.

“Ini merupakan sinyal yang kuat,” ujar Deputi Direktur Komisi Kebijakan Ekonomi pada Asosiasi Ilmu Kebijakan China Xu Hongcai.

Di sisi lain, kebijakan tersebut membuat aset China lebih menarik bagi investor global karena berbeda dengan kebijakan AS dan negara maju lainnya.

Misalnya, obligasi pemerintah China bertenor 10-tahun menawarkan imbal hasil (yield) 3,07 persen. Sebagai pembanding, imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor yang sama hanya memberikan yield 1,62 persen.

Menurut Xu, kondisi ini menimbulkan lingkaran setan di mana uang mengalir ke aset berdenominasi yuan dan memperkuat mata uang tersebut.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *