Demo Papua di Tiga Kota Turut Suarakan Isu Palestina
Aksi unjuk rasa yang digelar serentak di tiga kota oleh Petisi Rakyat Papua ikut mengusung isu Palestina yang tengah memanas dalam beberapa pekan terakhir. Mereka mendorong agar serangan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza segera dihentikan.
Hal itu tercantum dalam selebaran aksi yang salah satunya di gelar di depan Mapolda Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (21/5).
“Tarik militer dari tanah West Papua, bebaskan tahanan politik west Papua, berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua dan hentikan perang di Palestina,” demikian tertulis dalam selebaran digital yang telah dikonfirmasi.
Aksi Petisi Rakyat Papua digelar serentak di tiga kota, masing-masing di depan Istana Presiden Jakarta, Jalan Asia-Afrika Bandung, dan Mapolda DIY. Aksi digelar maraton, mulai pukul 8.00 sampai pukul 13.00 WIB yang dimulai di depan Mapolda DIY.
Lakar Sime, bukan nama sebenarnya, salah satu koordinator aksi menyebut pihaknya menuntut tiga hal terhadap pemerintah terkait isu Papua yang memanas beberapa waktu terakhir. Termasuk menyatakan penolakan terhadap label teroris kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Dia menilai label teroris kepada OPM hanya untuk memberi legitimasi kepada aparat melakukan aksi kekerasan, termasuk ke masyarakat sipil. Ia mengaku kerap mendapati warga sipil menjadi korban akibat aksi kekerasan yang dilakukan aparat TNI dan Polri.
“Karena setiap kejadian yang kami lihat di lapangan sendiri itu biasanya ada warga sipil yang, orang Papua yang ditindak kekerasan, sering dicap sebagai pemberontak KKP, OPM, dan lain-lain,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (21/5).
Secara umum, aksi digelar sebagai bentuk penolakan terhadap militerisme di Papua dan rencana penerapan Otonomi Khusus Jilid II di Bumi Cenderawasih.
Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Hal itu tertuang dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 yang telah diubah dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2008.
Lakar mengatakan penerapan Otsus hingga 20 tahun dinilai tak membawa dampak signifikan terhadap masyarakat Papua. Menurut dia, Otsus lahir karena ada tuntutan politik yang berbeda dari warga.
“Sejarah Otsus lahir karena ada tuntutan politik yang berbeda dari rakyat Papua sendiri . Dan itu bukan keinginan rakyat Papua,” katanya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia