Gegara Rencana Joe Biden, Harga Emas Dunia Kepeleset!
Harga emas cenderung melemah tipis setelah anjlok signifikan pada perdagangan kemarin. Harga emas di pasar spot jatuh 1,6% dan keluar dari level psikologis US$ 1.700/troy ons. Kini logam mulia tersebut dihargai US$b 1.683,9/troy ons atau terkoreksi 0,05% dibanding kemarin.
Penguatan greenback serta yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun memberikan efek tekanan kombo bagi si logam kuning. Saat emas terjungkal lebih dari 1,5%, indeks dolar naik 0,38% dan yield tembus 1,73%.
Imbal hasil surat utang negara AS terus meningkat dan pada akhirnya juga ikut mengerek kinerja mata uang Paman Sam. Volatilitas yang tajam kedua aset ini membuat harga emas terjebak di rentang US$ 1.600 – US$ 1.900.
Kenaikan yield dalam sepekan terakhir karena pasar mengantisipasi lebih banyak stimulus. Presiden Joe Biden dijadwalkan untuk berbicara di Pittsburgh pada hari Rabu untuk menguraikan rencana ekonominya, termasuk belanja infrastruktur dan kenaikan pajak. Paket ekonomi ini diharapkan nilainya melebihi US$ 3 triliun.
Selain itu sentimen yang juga turut menekan harga emas adalah rencana Biden yang ingin memvaksinasi 90% masyarakat AS untuk kelompok dewasa. Adanya vaksinasi diharapkan mampu membuat perekonomian nomor wahid di muka bumi itu bangkit.
Emas merupakan aset yang tergolong minim risiko. Emas diburu ketika kondisi perekonomian sedang tidak kondusif. Misalnya terjadi resesi seperti tahun lalu atau bahkan karena adanya inflasi yang tinggi.
Namun ketika ekonomi pulih atau bangkit, emas berpeluang besar dilego para pemiliknya. Ketika ekonomi melaju kencang maka risk appetite investor membaik dan mereka lebih agresif dalam memburu aset-aset produktif yang memberi cuan lebih tebal seperti saham.
Di sisi lain potensi kenaikan suku bunga acuan juga akan menyebabkan borrowing cost menjadi lebih mahal. Investor yang meminta yield obligasi lebih tinggi akan membuat opportunity cost memegang emas sebagai aset tak berimbal hasil menjadi lebih mahal.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia