Gagal Maning Gagal Maning, Harga Emas Susah Banget Take Off
Harga emas dunia bergerak sideways pada perdagangan pagi hari ini, Kamis (25/3/2021). Harga emas gagal melompat lebih tinggi karena penguatan dolar AS.
Di arena pasar spot harga emas stagnan di level US$ 1.734/troy ons. Di saat yang sama indeks dolar semakin menguat. Indeks yang mengukur posisi greenback terhadap mata uang lainnya tersebut naik ke level tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Padahal faktor yang menjadi momok bagi pasar keuangan yaitu imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sudah menurun. Apabila sebelumnya yield berada di angka 1,7% atau hampir setara dengan dividen S&P 500, kemarin yield drop ke level 1,61%.
Emas merupakan salah satu aset yang tidak memberikan imbal hasil. Return dari memegang aset ini sangat bergantung pada kepercayaan investor. Sementara itu kepercayaan investor itu sendiri dibangun oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah biaya peluang.
Kenaikan yield membuat biaya peluang memegang emas menjadi naik pula sehingga menekan harga si logam kuning. Namun di saat yield melemah, dolar AS justru menguat. Inilah yang membuat harga emas tertahan.
Pergerakan emas dan dolar AS cenderung berlawanan arah atau berkorelasi negatif. Ketika dolar AS menguat, maka harga emas cenderung mengalami koreksi. Begitu juga sebaliknya.
Faktor pemicu penguatan dolar AS adalah pernyataan ketua bank sentral AS Jerome Powell saat rapat kerja dengan Kongres. Kali ini dengan Komite Perbankan Senat. Dalam kesempatan tersebut Powell mengatakan ekonomi AS akan tumbuh dengan kuat tahun ini.
“Akan sangat-sangat kuat pada tahun ini. Kemungkinan besar seperti itu,” tegas Powell menjawab pertanyaan tentang prospek ekonomi Negeri Paman Sam.
Sebagai aset minim risiko (safe haven) emas banyak diburu ketika kondisi ekonomi sedang tidak kondusif. Prospek ekonomi yang cerah membuat harga emas terkoreksi. Di saat yang sama emas masih dihantui oleh dua momok utama yaitu dolar AS dan yield US Treasury.
Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Kitco News, George Milling-Stanley selaku kepala strategi investasi emas di State Street Global Advisors mengatakan bahwa investor hendaknya tak perlu mempedulikan kenaikan yield terlalu serius.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa fundamental emas masih tetap kuat didukung dengan kebijakan moneter akomodatif melalui kebijakan suku bunga rendah dan likuiditas berlimpah.
Milling-Stanley mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah juga akan terus mendukung harga emas yang lebih tinggi hingga tahun 2021 dan seterusnya.
Pemerintah AS baru-baru ini mengesahkan paket stimulus senilai US$ 1,9 triliun untuk masyarakat AS. Namun, fokusnya sekarang telah bergeser ke US$ 3 triliun lagi yang diperlukan untuk mendukung inisiatif ekonomi Presiden Joe Biden lainnya.
Milling-Stanley mencatat bahwa rencana pemerintah untuk meningkatkan sektor kesehatan, kesetaraan sosial, memerangi perubahan iklim, dan memberikan dukungan ekonomi lebih lanjut melalui pembangunan infrastruktur semuanya akan menjadi program yang menelan biaya yang mahal dan menimbulkan konsekuensi berupa defisit yang melebar.
“Kami cenderung melihat defisit yang lebih luas. Kami cenderung melihat utang yang lebih tinggi. Kami cenderung melihat depresiasi dolar. Semua ini akan positif untuk emas,” katanya.
Ke depan Milling-Stanley masih cenderung bullish dengan prospek emas. “Jika kita tidak mendapatkan ekonomi yang kuat seperti yang dipikirkan semua orang tentang imbal hasil treasury 10-tahun. Maka saya pikir kita bisa melihat emas kembali di atas US$ 2.000 sebelum kita mengakhiri tahun ini,” katanya.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Tribunnews.com