Update Myanmar: 126 Orang Tewas hingga Darurat Militer 2 Kota
Lembaga pemantau hak asasi manusia, Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), melaporkan setidaknya total 126 orang tewas akibat bentrokan pedemo anti-junta militer Myanmar dan aparat keamanan sejak kudeta berlangsung.
Sebanyak 22 pengunjuk rasa anti-kudeta dan seorang anggota polisi tewas dalam bentrokan di kota industri Hlaingthaya, utara Myanmar, pada Minggu (14/3), menyusul pembakaran sejumlah pabrik China di wilayah itu.
Pasukan keamanan dilaporkan menembaki pengunjuk rasa di Hlaingthaya yang merupakan rumah bagi mayoritas imigran di Myanmar.
“Mengerikan. Orang-orang ditembak di depan mata saya. Itu tidak akan pernah hilang dari ingatan saya,” kata seorang pewarta foto di tempat kejadian yang tidak ingin disebutkan namanya kepada Reuters.
Kedutaan Besar China di Myanmar melaporkan banyak warga negaranya yang menjadi staf di pabrik-pabrik itu terluka dan terperangkap akibat pembakaran yang dilakukan oleh sekelompok penyerang tak dikenal. Selama ini, China merupakan sekutu dekat Myanmar dan dipandang mendukung junta militer negara tersebut.
Akibat kerusuhan tersebut, angkatan bersenjata Myanmar (Tatmadaw) memberlakukan darurat militer di Hlaingthaya dan distrik lainnya di Yangon.
Stasiun televisi junta militer, Myawadday, mengatakan aparat keamanan segera bertindak meredam kerusuhan dan pembakaran keempat pabrik China di Hlaingthaya.
Sementara itu, 16 pedemo anti-junta militer lainnya tewas dalam bentrokan yang terjadi pada beberapa kota lainnya.
AAPP mengatakan akhir pekan lalu menjadi bentrokan berdarah paling parah sejak kudeta 1 Februari lalu. Jumlah kematian selama akhir pekan lalu itu menjadikan total korban tewas selama protes anti-kudeta menjadi 126 orang.
AAPP juga mengatakan sejauh ini sebanyak 2.150 orang telah ditahan sejak 1 Februari lalu. Sebanyak sekitar 300 orang kabarnya telah dibebaskan.
Pemerintahan Sipil Memberontak
Wakil Presiden Myanmar yang ditunjuk parlemen untuk memimpin pemerintahan sipil paralel negara itu, Mahn Win Khaing Than, bersumpah akan mencapau “revolusi” untuk menggulingkan junta militer.
Khaing Than berbicara kepada publik untuk pertama kali, Sabtu (13/3) dari lokasi persembunyiannya. Saat ini, Than sedang dalam pelarian bersama dengan sebagian besar pejabat senior dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang seharusnya berkuasa.
“Ini adalah masa paling kelam bagi bangsa dan fajar sudah dekat,” kata Than kepada publik melalui Facebook.
Khaing Than ditunjuk sebagai wakil presiden oleh Komite untuk Wakili Pyidaungsu Hlutaw (CRPH) yang mengakui sebagai pemerintahan Myanmar yang sah saat ini dan menolak junta militer.
“Untuk membentuk demokrasi federal, yang benar-benar diinginkan oleh semua etnis bersaudara, yang telah menderita berbagai jenis penindasan dari kediktatoran selama beberapa dekade, revolusi ini adalah kesempatan bagi kita untuk menyatukan upaya kita,” kata Khaing Than .
Dia mengatakan CRPH akan “berusaha untuk membuat undang-undang yang diperlukan sehingga rakyat memiliki hak untuk membela diri” dan bahwa administrasi publik akan ditangani oleh “tim administrasi rakyat sementara”.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia