Jumlah Tes Covid-19 RI Turun 20 Persen di Masa Libur Imlek

Jumlah kumulatif pemeriksaan warga Indonesia terhadap virus corona (covid-19) turun 20 persen atau berkurang 56.591 orang dibandingkan dengan pekan sebelumnya.

Data harian yang dirilis Satgas Penanganan covid-19 memperlihatkan, jumlah orang yang diperiksa dalam periode 1-7 Februari 287.131 orang, sementara 8-14 Februari hanya berkisar di 230.540 orang yang diperiksa dalam sehari.

Direktur Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengaku penurunan kasus karena efek libur panjang yang menyebabkan fasilitas laboratorium dan sumber daya manusia (SDM) terbatas.

“Karena faktor libur [Imlek] ya, laboratorium tutup saat liburan,” kata Nadia melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Senin (15/2).

Penambahan kasus harian juga sempat berada di angka 8 ribu kasus selama tiga hari berturut-turut yakni pada 8-10 Februari.

Sebelumnya penambahan harian selalu tembus di atas 10 ribu kasus.

Kondisi itu berimplikasi terhadap tren perkembangan kasus virus corona di Indonesia. Tercatat kasus covid-19 turun 25 persen atau berkurang 19.892 kasus dibandingkan pekan sebelumnya.

Merujuk data Satgas, sebanyak 79.523 kasus covid-19 ditemukan selama periode 1-7 Februari, sementara pada periode 8-14 Februari menurun menjadi 59.631 kasus baru di tanah air.

Adapun secara kumulatif sebaran kasus covid-19 di Indonesia yang berlangsung hampir setahun menunjukkan sebanyak 1.217.468 penduduk Indonesia terpapar covid-19.

Dari jumlah itu, 1.025.273 orang telah pulih, 159.012 orang menjalani perawatan di rumah sakit maupun isolasi mandiri, sementara 33.183 lainnya meninggal dunia.

Upaya surveilans tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) ini turun di tengah target pemerintah yang bakal menggenjot tes dan telusur dengan rasio perbandingan 1:30.

Artinya, satu orang terpapar covid-19, maka 30 orang kontak erat juga harus diperiksa.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman menilai jumlah testing dan telusur yang tidak optimal akan membuat banyak kasus di bawah permukaan tidak terdeteksi sehingga menimbulkan fenomena gunung es.

“Performa testing, tracing Indonesia cenderung menurun, sementara angka kematian cenderung tetap tinggi. Ini menunjukkan kita gagal sekaligus kebobolan dalam mendeteksi kasus secara awal dan cepat,” kata Dicky kepada CNNIndonesia.com.

Dicky khawatir, sifat virus yang mudah berevolusi membuat strain baru virus corona di Indonesia terjadi namun tidak terdeteksi secara cepat yang dikhawatirkan membuat kasus semakin parah.

Dicky mencontohkan Amerika Serikat yang sempat longgar dalam libur panjang dan saat ini sudah mendeteksi 7 strain baru covid-19. Ia menduga sebenarnya sudah ada strain baru covid-19 di Indonesia, hanya saja tidak terdeteksi.

“Saya sudah mulai mencermati dan sangat memiliki dugaan yang kuat kita sudah ada potensi strain baru akibat perilaku liburan atau mobilisasi massa yang selalu besar ini,” imbuhnya.

Dicky mewanti-wanti pemerintah tidak sembrono menangani pandemi. Ia meminta pemerintah lebih mengedepankan upaya preventif daripada kuratif.

Sementara selama ini Indonesia terkesan lebih memilih kuratif, seperti penambahan tempat tidur ruang isolasi di rumah sakit, alih-alih memperbanyak upaya tes dan telusur.

“Kita menghadapi situasi serius, karena yang tidak terdeteksi jauh lebih banyak, dan itu menumpuk. Ada false interpretasi dan bisa misleading data saat ini dengan kasus terdeteksi sedikit, untuk pemerintah maupun publik ini,” pungkasnya.

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *