RUU Pemilu Mandek, Pilkada Kemungkinan Serentak 2024

Pembahasan Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) mandek di Parlemen Senayan. Hal ini pun membuat penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak baru akan terselenggara pada 2024, alias batal dinormalisasi ke 2022 dan 2023.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyatakan bahwa seluruh pimpinan fraksi di komisi pimpinannya telah sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Pemilu. Menurutnya, kesepakatan tersebut diambil dalam rapat yang berlangsung Rabu (10/2).

“Tadi saya sudah rapat dengan seluruh pimpinan dan kapoksi [ketua kelompok fraksi] yang ada di Komisi II, dengan melihat perkembangan dari masing-masing parpol terakhir-terakhir ini, kami sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan ini [RUU Pemilu],” kata Doli kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (10/2).

Dia menyatakan akan melaporkan kesepakatan Komisi II DPR itu ke pimpinan DPR. Menurutnya, komisinya menyerahkan keputusan selanjutnya ke pimpinan DPR RI, termasuk terkait langkah menarik RUU Pemilu dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

“Mekanisme selanjutnya akan kami serahkan kepada mekanisme di DPR, apakah tadi pertanyaannya mau di-drop atau tidak itu kan kewenangannya ada di instansi yang lain,” ucap Doli.

Merespons, Fraksi Partai Demokrat menyatakan tetap ingin pembahasan RUU Pemilu dilakukan. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron berkata pembahasan RUU Pemilu penting dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan di daerah sehingga pilkada bisa digelar pada 2022 dan 2023, sebagaimana normalisasi pilkada dalam RUU Pemilu.

“Tentu kami tetap mendorong dijalankannya revisi Undang-Undang Pemilu. Kami mendorong diadakannya Pilkada pada tahun 2022 dan 2023. Ini untuk bisa menjaga kestabilan pemerintahan di daerah,” kata pemilik sapaan akrab Hero itu.

Namun, fraksi yang mendorong RUU Pemilu tetap dibahas hanya Demokrat dan PKS. Mayoritas fraksi menginginkan RUU Pemilu tidak dibahas saat ini.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima meminta agar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menjadi bagian dari RUU Pemilu direvisi setelah Pilkada Serentak digelar pada 2024 mendatang.

Menurutnya, usul merevisi regulasi yang belum dilaksanakan seperti yang terjadi terhadap UU Pilkada saat ini, adalah hal yang tidak baik dalam politik dan bisa menjatuhkan marwah DPR.

“Terkait usulan-usulan mengamandemen UU Pilkada, ini sangat tidak baik dalam proses kita berpolitik. Merek kelembagaan kita akan jatuh. Untuk itu, saya sangat berharap UU [Pilkada] nanti kita ubah kalau Pilkada 2024 mengalami berbagai kendala,” kata Aria.

Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan keputusan terkait nasib RUU Pemilu dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 akan diputuskan pada masa sidang IV tahun sidang 2020-201.

“Oleh karena itu, untuk ketegasan apakah dilanjut atau tidak, pada masa sidang depan kita akan bicarakan lebih lanjut dalam Bamus [Badan Musyawarah] dalam penentuan Prolegnas Prirotas 2021. Di situ kita akan putuskan bersama-sama lanjut atau tidaknya,” katanya.

Keberadaan RUU Pemilu dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 telah menjadi polemik dalam beberapa pekan terakhir. Salah satu poin yang menjadi sorotan ialah terkait waktu penyelenggaraan pilkada.

Dalam draf RUU Pemilu terakhir, penyelenggaraan pilkada akan dinormalisasi dari yang seharusnya digelar serentak dengan pileg dan pilpres pada 2024 menjadi ke 2022 serta 2023.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *