RS 47 Daerah Nyaris Penuh, Februari Diprediksi Puncak Kasus

Rumah Sakit Online Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 47 daerah di tujuh provinsi berada dalam kondisi mengkhawatirkan dengan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit di atas 70 persen.

Pasien pun kesulitan mencari ruang rawat inap di rumah sakit.
Sebanyak 47 daerah tersebut adalah kabupaten/kota yang tengah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 8 Februari 2021.

Jumlah tersebut merupakan mayoritas atau lebih tinggi dibanding 28 daerah lain di tujuh provinsi dengan tingkat keterisian RS atau bad occupancy rate (BOR) di bawah 70 persen. Di beberapa daerah, angkanya bahkan telah menyentuh 100 persen.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia Gardenia Partakusuma memprediksi tingkat keterisian tersebut akan terus meningkat hingga Februari. Kesimpulan Lia didapat seiring lonjakan kasus aktif sejak Desember 2020, setelah libur Natal dan Tahun Baru.

“Kalau kita melihat angka tren dari bulan Desember, kemudian ini Januari belum habis, angkanya kan masih naik,” kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (25/1).

Lia menyebutkan kasus aktif Covid-19 saat ini tercatat sebanyak 15,22 persen atau 162.617 kasus. Jumlah itu terus melonjak dari semula 109.963 atau 14,88 persen dari kumulatif kasus positif pada Desember.

“Dan angka ini belum menunjukkan tren yang turun. Angka ini masih menanjak. Kita berharap bahwa di Februari harusnya tidak jadi puncaknya,” katanya.

Lia menambahkan, lonjakan tingkat keterisian tempat tidur di RS rujukan Covid bahkan tak berpengaruh pada sejumlah wilayah yang tidak menerapkan PPKM. Di Kabupaten Serang, Banten misalnya, berdasarkan data RS Online, dia menyebutkan tingkat keterisian RS bahkan lebih tinggi dibanding wilayah lain yang tengah menerapkan PPKM sebanyak 91,8 persen.

Padahal, dia bilang, organisasi kesehatan dunia WHO telah menetapkan batas minimal tingkat keterisian RS untuk Covid-19 di setiap rumah sakit sebanyak 60 persen.

Ia menerangkan Kementerian Kesehatan saat ini telah menetapkan rasio perbandingan ruang perawatan di rumah sakit rujukan Covid-19 sebanyak 70 banding 30. Jumlah itu berarti 70 persen untuk pasien umum dan 30 persen untuk pasien Covid-19.

Namun, katanya, sebagian rumah sakit bahkan ada yang telah mengganti aturan perbandingan itu, dengan menambah kapasitas ruang perawatan bagi pasien Covid-19.

Sering lonjakan kasus aktif Covid-19 yang membutuhkan perawatan, dia mengatakan pihak rumah sakit saat ini sudah cukup kewalahan.

“Betapa sulitnya pasien itu mencari kamar atau mencari ruang rawat inap kalau ada yang perlu dirawat. Jadi memang di tujuh provinsi begitu kondisinya,” ujarnya.

Menurut Lia, pihak rumah sakit saat ini harus betul-betul memilah pasien yang membutuhkan perawatan. Sementara bila kapasitas ruang perawatan telah penuh, pihak rumah sakit harus mencari rumah sakit rujukan lain untuk menjadi rujukan.

Menurut laporan yang ia terima, pihak rumah sakit bahkan tak jarang harus menghubungi puluhan rumah sakit yang bisa dirujuk karena mengalami kondisi serupa.

“Itu bisa dibayangkan. Di sini ada petugas yang mencari. Kadang-kadang puluhan RS harus ditelepon. Memang kita punya sistem rujukan terpadu. Tapi ini juga kan tentu harus didiskusikan kita biasanya angka RS itu mendiskusikan pasien,” katanya.

Kondisi tersebut belum lagi ditambah tudingan dari masyarakat terhadap pihak rumah sakit. Kata Lia, masyarakat kerap menuding pihak rumah sakit tak manusiawi karena menelantarkan pasien yang urung mendapat perawatan karena terlalu lama menunggu.

“Mohon masyarakat bisa memahami bahwa kami betul-betul menyeleksi di emergency. Tidak semua pasien bisa dirawat di RS karena keterbatasan tempat tidur di kami,” katanya.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *