Kronologi Isu Kedelai Dongkrak Harga Tahu Tempe
Polemik kenaikan harga tempe dan tahu berawal kala para pengrajin di DKI Jakarta dan Jawa Barat menggelar aksi mogok produksi pada 1-3 Januari lalu. Mogok dilakukan sebagai bentuk protes atas kenaikan harga kedelai.
Tercatat, harga kedelai di pasar internasional naik 9 persen dari kisaran US$11,92 menjadi US$12,95 per busel. Alhasil, harga kedelai impor yang dibeli Indonesia sebagai bahan baku tahu tempe naik dari kisaran Rp9.000 menjadi Rp9.300 per kilogram (kg).
“Dengan ini pengurus Gakoptindo mendukung penuh langka dan upaya yang dilakukan oleh Puskopti DKI Jakarta dan Jawa Barat untuk melakukan mogok produksi yang dilaksanakan pada tanggal 1, 2, 3 Januari dengan tujuan agar kenaikan harga tahu dan tempe bisa kompak,” ujar Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) dalam surat tertanggal 29 Desember 2020 kepada Pusat Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (Puskopti).
Ketua Umum Gakoptindo Aip Syaifuddin menyampaikan mogok produksi dilakukan agar harga tahu dan tempe dapat naik secara serentak di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Memang, industri tahu dan tempe Indonesia masih bergantung pada kedelai impor.
Sebelumnya, Gakoptindo sendiri telah menyampaikan harga tahu dan tempe akan dinaikkan 10-20 persen. Hal ini mempertimbangkan harga kedelai impor yang terus melambung.
Namun, kata Aip, imbauan tersebut tak diikuti secara kompak oleh beberapa pengrajin tahu dan tempe. Beberapa mengambil kesempatan meraup untung dengan tidak menaikkan harga agar dagangannya lebih laku.
Akibatnya harga jual tetap rendah dan banyak produsen kembali merugi. Padahal, tutur Aip, kenaikan harga jual adalah satu-satunya solusi jangka pendek untuk menghindari kerugian akibat tingginya harga kedelai.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada Minggu (3/1), Gakoptindo secara resmi mengumumkan kenaikan harga penjualan tahu tempe di kisaran 10 persen hingga 20 persen.
Aip mengatakan kenaikan tersebut merupakan usulan, desakan dan permintaan dari anggota perajin tempe dan tahu di berbagai wilayah di Indonesia.
Di pasar tradisional, harga tahu dan tempe mulai naik pada Senin (4/1) sebagai imbas dari melambungnya harga kedelai.
Dari pantauan CNNIndonesia.com di lapangan, terjadi kenaikan sebesar Rp1.000 hingga Rp2.000 per papan tempe tergantung ukuran. Hal sama juga terjadi pada penjualan tahu.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag) Suhanto meminta pembeli untuk memaklumi kenaikan tersebut.
“Harap masyarakat bisa memaklumi, karena kami tidak mungkin menggantikan kebutuhan kedelai yang memang minim di dalam negeri,” ucapnya pekan lalu.
Di sisi lain, Suhanto menuturkan kementeriannya terus bekerja sama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) serta Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) untuk mencari jalan keluar dari masalah tingginya harga kedelai di pasar internasional.
Saat ini, katanya, Kemenkop sudah berkomunikasi dengan para pengrajin agar tetap mau melanjutkan produksi. Sedangkan Kementan akan berusaha meningkatkan produktivitas produksi kedelai di dalam negeri yang hanya berkontribusi sekitar 30 persen dari total kebutuhan.
Kendati begitu, Suhanto belum bisa memperkirakan berapa besar kemungkinan kenaikan harga tahu dan tempe nanti. Namun, ia memberi gambaran bahwa kenaikan harga kedelai impor saat ini sekitar 3,3 persen dari harga normal.
Secara terpisah, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengaku akan melipatgandakan produksi atau ketersediaan kedelai di dalam negeri sebagai solusi.
Ia mengakui pengembangan kedelai lokal sulit dilakukan oleh petani di dalam negeri. Padahal, kebutuhannya setiap tahun terus meningkat.
“Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Namun, kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia