Warkop Pembuka Jalan Andhika Ramadhani Jaga Gawang Persebaya

Andhika Ramadhani lebih dahulu melalui jalan panjang yang tidak mudah sebelum menjadi kiper muda Persebaya Surabaya.
Pemain kelahiran Surabaya tersebut pernah menjaga warung kopi (warkop) dan menjadi petugas parkir sebelum diberi mandat mengawal gawang Bajul Ijo.

Sejak kecil, Andhika sudah harus membagi waktu antara berlatih sepak bola dan menjaga parkir serta warkop milik sang ibu. Warkop dan parkir menjadi satu-satunya penghasilan ibu dari Andhika sebagai seorang single parent.

Maklum, sejak usia lima bulan, Andhika sudah ditinggal sang ayah yang lebih dulu berpulang. Mau tidak mau sang ibu harus kerja keras banting tulang mencukupi kebutuhan keluarga.

Guna mendapatkan penghasilan, ibu Andhika membuka warkop yang menjual berbagai jenis minuman dingin dengan penghasilan Rp100-200 ribu per hari mulai pukul 08.00 pagi sampai menjelang magrib.

“Sebenarnya warkop sudah ada sejak lama, sejak saya kecil sebelum sekolah. Tapi waktu saya kelas 1 SD digusur. Jadi mau tidak mau ikut pindah. Akhirnya saya jaga parkir karena orang tua saya, ibu tidak ada kerjaan,” kata Andhika saat berbincang bersama CNNIndonesia.com, Kamis (17/12).

Selama warkop sang ibu tutup akibat gusuran, satu-satunya penghasilan hanyalah dari Andhika yang jaga parkir untuk menyambung ekonomi keluarga. Uang hasil parkiran digunakannya untuk makan sehari-hari sampai bayar uang sekolah dia dan kakaknya.

“Ibu buka warkop lagi saat saya kelas 5 SD. Itu juga masih pakai gerobak di dekat sebuah gudang. Jadi, ibu jaga warkop saya jaga parkir. Alhamdulillah kok masih bisa sekolah, pulang sekolah masih bisa jaga parkir,” ujarnya.

Kegiatan menjaga warkop dan parkir itu masih dilakukan Andhika sampai ia duduk di bangku SMP dan SMA. Ia juga mampu membagi waktu antara sekolah, membantu orang tua, dan latihan sepak bola.

“Kalau Persebaya latihan pagi, habis salat subuh saya sudah jalan. Sebab dari rumah saya di Tanjung Perak ke Delta [Sidoarjo] itu cukup jauh, pulang latihan baru jaga warung. Kalau latihan sore, saya bisa jaga warung sampai siang setelah itu baru berangkat ke lapangan,” jelas Andhika.

Kerja keras yang dilakukan Andhika tak lain demi membuat sang ibu bahagia. Ia juga termotivasi untuk mengangkat perekonomian keluarga supaya lebih baik.

“Saya melihat bagaimana perekonomian keluarga saya dulu. Waktu SD saya mau apa-apa susah. Sekarang saya mau orang tua tidak seperti dulu. Saya mau bikin bangga orang tua. Bagi saya ibu segalanya buat saya. Bisa disebut pahlawan, n, presiden apapun itu,” sebutnya.

Hanya dua hal yang saat ini menjadi bahan pikiran seorang Andhika yang akan genap berusia 22 tahun pada 5 Januari mendatang.

Pertama, mengejar cita-cita menjadi seorang pesepakbola profesional bersama Persebaya dan mewujudkan mimpi sang ibu untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah.

“Di rumah saya itu ada semacam foto kaligrafi Ka’bah. Ibu saya sering sekali melihat ke arah itu, lalu dia nyebut ‘Labbaik Allahuma Labbaik’. Sebagai anak, saya melihat itu pasti ingin sekali mewujudkan keinginan ibu saya.”

“Setiap mau latihan, teman-teman di Persebaya itu salat dulu. Setelah salat, sebelum latihan saya selalu berdoa ‘ya Allah berikan kelancaran supaya saya bisa konsisten dalam latihan, bisa sukses dan mewujudkan cita-cita orang tua mau ke Makkah’,” ungkapnya.

Bisa menjadi bagian dari Persebaya Surabaya juga tidak didapatkan Andhika secara instan dan cuma-cuma. Ia jatuh-bangun ikut seleksi untuk bisa masuk Green Force yang jadi kebanggaan masyarakat Surabaya.

Keinginannya menjadi pesepakbola muncul karena pengaruh Mat Halil, mantan pemain Persebaya yang juga sepupunya. Abah Halil, sapaan akrab Andhika kepada Mat Halil menyarankannya untuk masuk Persebra FC.

Sebelum paten menjadi kiper, Andhika pernah menjajal bermain di posisi striker saat pertama kali memulai latihan sepak bola. Sampai pada suatu hari pelatihnya memintanya untuk menjadi kiper dengan iming-iming mendapatkan baju, sepatu dan sarung tangan yang membuatnya tertarik setiap bulan.

Lama kelamaan, sang pelatih mengatakan bahwa potensi Andhika dalam sepak bola sebagai kiper. Terlebih, pelatih melihatnya mau kerja keras meskipun berlatih di Lapangan THOR yang lebih banyak pasir ketimbang rumput.

“Saya pertama kali ikut seleksi Persebaya U-12 jadi kiper. Tapi saya tidak punya sarung tangan. Terus saya dipinjamkan sarung tangan punya tetangga saya tapi ukurannya kebesaran. Lalu saya tidak lolos.”

“Saya coba ikut seleksi terus sampai sekitar enam atau tujuh kali, tapi tidak lolos-lolos. Terakhir saya ikut Diklat lolos, sudah mau tanda tangan, tapi dibatalkan karena waktu itu mau UNAS, jadi dibilang nanti tidak fokus,” jelasnya.

Sejak itu, Andhika mulai merajuk dan tidak mau lagi ikut latihan sepak bola selama setahun. Padahal hampir setiap hari, teman-temannya, pelatihnya selalu mencarinya dan mengajaknya latihan.

Namun, Andhika selalu menjawab kalau ia tidak enak badan, capek dan banyak dan sejumlah alasan lain yang dibuatnya. Selama jam latihan, ia bersembunyi di kamar, tapi setelah jam latihan selesai sekitar pukul 10.00 WIB ia baru berani ke luar rumah.

Nasib baik mulai menghampiri Andhika pada 2016, sebagai hasil dari perjuangan dan kerja kerasnya membantu sang ibu.

“Saat umur saya 17 pada 2016, saya nonton bola di televisi dan melihat kalau pemain Eropa mau masuk lapangan kan biasanya menggandeng anak kecil, dan saya mau seperti itu,” kata Andhika

“Akhirnya saya mulai latihan lagi, ikut seleksi Persebaya U-17 dan saya lolos. Tahun 2017 saya ikut main di Liga 3 untuk PS Kota Pahlawan,” ucap pemain 21 tahun itu menambahkan.

Tahun 2018 Andhika kembali mencoba peruntungannya dengan mengikuti seleksi Persebaya U-19 dan ia lolos. Saat itu, sang ibu meminta untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang kuliah lalu bekerja dan meninggalkan sepak bola demi hidup yang lebih baik.

Alih-alih menyetujui permintaan sang ibu, Andhika justru menolaknya dan meminta sang ibu untuk terus mendoakan dan mendukungnya untuk mengejar cita-cita menjadi seorang pesepakbola profesional. Akhirnya sang ibu menyetujui dan mendukung usaha Andhika tersebut.

“Saya juga sempat ikut seleksi di Bali United U-20 pada 2019 setelah kontrak bersama Persebaya U-19 habis. Maksud hati, saya mau keluar dari zona nyaman saya bersama Persebaya,” ujar Andhika.

Setela lolos administrasi via online, Andhika ke Bali guna mengikuti tes lain. Ia bersaing dengan 6 ribu pemain lain untuk bisa masuk 40 besar dalam satu hari.

“Saya lolos 40 besar dan lolos masuk bareng tiga pemain lain. Tapi sebelum tanda tangan kontrak, pelatih kipernya tanya saya lagi ‘benar kamu mau di Bali? Atau mau di Surabaya saja?'” ucap Andhika.

“Setelah diskusi dengan ibu yang waktu itu juga sedang sakit, saya pilih di Surabaya saja supaya dekat dengan ibu. Saya tidak mau meninggalkan ibu nanti capek sendirian jaga warung. Dan sejak Oktober, saya masuk ke tim senior Persebaya,” tutup Andhika.

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *