Bank Sentral Eropa Sinyal Stimulus Lagi, Resesi Kian Parah?
Bank Sentral Eropa (ECB) memberikan sinyal baru soal stimulus moneter tambahan. ECB mengatakan ada ‘sinyal mengkhawatirkan’ dari kondisi keuangan bank dan usaha kecil.
Dalam risalah pertemuan yang diterbitkan Kamis (26/11/2020), prospek ekonomi disebut bakal makin suram. Bahkan disebut “lebih bergelombang dari yang diprediksi sebelumnya”.
“Beberapa negara akan mengalami resesi double dip,” kata ECB memperingatkan, dikutip Jumat (28/11/2020).
Sebelumnya, dikutip dari AFP, ECB juga mengingatkan pemerintah agar tidak tiba-tiba menghentikan bantuan. Pasalnya setopnya stimulus fiskal bisa ibisa berakibat pada gagalnya pemulihan bahkan kebangkrutan.
Berakhirnya pemberian bantuan secara tiba-tiba bisa mengakibatkan kontraksi ekonomi yang lebih parah dari pada gelombang pertama pandemi laporan ECB. Jika bantuan fiskal tidak dipertahankan selama krisis, perusahaan akan makin merana di tengah lonjakan utang yang ditanggung.
Sementara itu, Presiden ECB Christine Lagarde telah mengungkapkan kekhawatiran terbesarnya terkait ‘cliff effect’ saat pemerintah menarik bantuan fiskal sebelum pemulihan penuh berlangsung. Istilah ini merujuk pada hasil positif atau negatif yang tidak proporsional dari suatu tindakan.
Sejauh ini ECB memberikan paket stimulus pandemi mencakup skema pembelian obligasi darurat US$ 1,6 triliun. Ini untuk menjaga aliran kredit.
Sejumlah negara Eropa masih bergulat dengan resesi. Di mana ekonomi secara tahunan (yoy) di tiga kuartal berturut-turut selama 2020, berkontraksi alias negatif.
Jerman misalnya mencatatkan ekonomi minus 4% di Q3 2020. Sementara di Q2 2020 dan Q1 masing-masing -11% dan -2,1%.
Ekonomi Prancis juga masih minus di tiga kuartal dalam basis tahunan di 2020. Terakhir, ekonomi -4,3% di Q3 2020. Hal senada juga terjadi di Italia dan Spanyol.
Saat ini Eropa juga dilanda kembali gelombang baru serangan corona. Ini membuat sejumlah penguncian (lockdown) dilakukan.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia