Gerindra Terima Pengunduran Diri Edhy Prabowo dari Partai
Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan partainya sudah menerima pengunduran diri Edhy Prabowo. Menurutnya, pihaknya akan segera menyiapkan sosok pengganti untuk mengisi sejumlah jabatan yang diduduki Edhy di partai pimpinan Prabowo Subianto tersebut.
“Pengunduran Edhy Prabowo kami terima dengan baik, sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku di partai, karena sudah langsung diumumkan. Kami terima dan kami akan segera siapkan penggantinya,” kata Dasco kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (26/11).
Dia menerangkan, pengunduran diri itu pun membuat tugas Edhy di Partai Gerindra sudah selesai. Menurutnya, Edhy selama ini memangku dua jabatan di Partai Gerindra, yaitu sebagai anggota Dewan Pembina serta Wakil Ketua Umum bidang Perekonomian.
“Kalau sudah mengundurkan diri sudah selesai,” ucap pria yang juga Wakil Ketua DPR RI itu.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Edhy dan enam orang lain sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi izin ekspor benih lobster atau benur. Edhy diduga menjadi salah satu pihak penyelenggara negara yang menerima uang terkait ekspor benih lobster.
Para tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini adalah enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KKP Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin.
Edhy Prabowo dkk selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap yang juga ditetapkan tersangka adalah Direktur PT DPP, Suharjito. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan dua dari tujuh tersangka yaitu Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin itu belum berhasil diamankan pihaknya. Oleh karena itu, Nawawi meminta dua tersangka tersebut menyerahkan diri.
“Sekali lagi kami mengimbau kepada kedua orang yang telah ditetapkan sebagai Tersangka ini untuk segera datang menyerahkan diri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi,” ucap Nawawi dalam jumpa pers, Rabu (25/11) tengah malam.
Nawawi menuturkan Amiril diduga menjadi perantara suap uang sebesar US$100 ribu yang diterima oleh Edhy Prabowo. Uang tersebut berasal dari Direktur PT DPP Suharjito dan disinyalir berkaitan dengan penetapan kegiatan ekspor benih lobster atau benur.
Sedangkan Andreau diduga bersama-sama dengan staf khusus Edhy lainnya bernama Safri telah menerima uang sejumlah Rp436 juta dari Ainul Faqih selaku staf Iis Rosita Dewi, istri dari Edhy.
Istri dari Edhy, Iis Rosita Dewi, sendiri sebelumnya turut diamankan bersama suaminya di Bandara Soetta. Namun, KPK kemudian membebaskannya dengan alasan belum memiliki dua alat bukti yang cukup.
Meskipun begitu, Nawawi mengatakan dalam kasus korupsi izin ekspor benih lobster ini pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan perkara dan menetapkan tersangka lain.
KPK menduga pihak penerima uang memberikan tarif daya angkut untuk ekspor benih lobster sebesar Rp1.800 per ekor. Uang tersebut diduga digunakan untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar negeri.
Edhy pun merespons penetapan dirinya sebagai tersangka itu dengan meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo dan Prabowo.
“Saya minta maaf kepada Pak Prabowo Subianto, guru saya, yang sudah mengajarkan banyak hal,” kata Edhy di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11).
Selain itu, Edhy pun berjanji akan bertanggung jawab dan membeberkan kasus yang menyeret dirinya tersebut.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Nasional Tempo.co