600 Warga Sipil Tigray Tewas dalam Pembantaian di Ethiopia
Mai-Kadra: Setidaknya 600 warga sipil tewas dalam pembantaian di Ethiopia pada awal November karena etnis mereka. Hal itu disebut oleh pengawas hak asasi manusia yang ditunjuk Pemerintah Ethiopia.
Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia (EHRC) pada Selasa merilis laporan awal tentang pembantaian 9 November di Mai-Kadra, sebuah kota di wilayah Tigray.
EHRC mengatakan, sekelompok pemuda Tigrayan, yang disebut Samri, dibantu oleh pejabat lokal dan polisi, “melakukan penggerebekan dari rumah ke rumah”. Tindakan ini menewaskan ratusan yang mereka identifikasi sebagai etnis ‘Amhara dan Wolkait’.
Komisi tersebut menuduh para tersangka melakukan “kejahatan perang” sebelum mereka mundur dari pasukan Pertahanan Ethiopia (EDF).
“Korban dipukuli, ditikam, dibakar dan dicekik dengan tali. Banyak lainnya terluka parah dan harta benda dijarah atau dihancurkan, tambahnya,” sebut EHRC, seperti dikutip CNN, Kamis 26 November 2020.
Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) sebelumnya membantah keterlibatannya dalam serangan itu. Tetapi mereka tidak segera tersedia untuk mengomentari laporan itu pada Selasa.
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun lalu, menyebut temuan laporan itu “menyayat hati” dan mendesak komunitas internasional “untuk mengutuk tindakan kejam kejahatan terhadap kemanusiaan ini.”
Temuan komisi tidak dapat diverifikasi secara independen tetapi mereka mencerminkan laporan sebelumnya yang dilaporkan oleh Amnesty International. Amnesty juga mengutip pernyataan saksi, foto, dan video sebagai bukti.
“Kejahatan mengerikan yang tak terbayangkan yang dilakukan terhadap warga sipil tanpa alasan selain etnis mereka sangat memilukan,” kata kepala EHRC Daniel Bekele dalam sebuah pernyataan.
“Sekarang menjadi prioritas mendesak bahwa korban diberikan ganti rugi dan rehabilitasi, dan bahwa para pelaku yang terlibat secara langsung atau tidak langsung di semua tingkatan dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum,” tegas Bekele.
Sejak pertempuran meletus di Ethiopia pada 4 November, ratusan orang telah tewas dan lebih dari 41.000 pengungsi telah melarikan diri ke negara tetangga Sudan di tengah kehancuran yang meluas dan pengusiran orang dari rumah. Konflik telah menyebar ke Eritrea, dengan pasukan Tigrayan menembakkan roket ke kota Asmara.
Abiy pada Minggu mengeluarkan ultimatum 72 jam kepada pasukan Tigray, menuntut mereka menyerah, jika tidak tentara akan dikirim ke ibu kota Mekelle pada Rabu. Meningkatkan retorika, tentara mengatakan “tidak akan ada belas kasihan” bagi penduduk Mekelle ketika tentaranya “mengepung” kota berpenduduk sekitar setengah juta orang itu.
Tapi pasukan Tigrayan telah berjanji untuk terus bertempur. Pemimpin mereka, Debretsion Gebremichael mengatakan mereka “siap mati untuk membela hak kami untuk mengatur wilayah kami”.
Sumber : medcom.id
Gambar : Suara Jatim