Dolar AS Tergelincir saat Pilpres AS
Kurs dolar Amerika Serikat (USD) tergelincir pada akhir perdagangan Selasa waktu setempat (Rabu WIB), karena pelaku pasar terus mencermati berlangsungnya Pemilihan Presiden (Pilpres) AS. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,61 persen menjadi 93,5534.
Mengutip Xinhua, Rabu, 4 November 2020, pada akhir perdagangan New York, euro naik menjadi USD1,1704 dibandingkan dengan USD1,1629 pada sesi sebelumnya. Sementara poundsterling Inggris naik menjadi USD1,3025 dibandingkan dengan USD1,2899 pada sesi sebelumnya. Dolar Australia naik menjadi USD0,7142 dibandingkan dengan USD0,7047.
Dolar AS dibeli 104,59 yen Jepang, lebih rendah dibandingkan dengan 104,83 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS turun menjadi 0,9124 franc Swiss dibandingkan dengan 0,9201 franc Swiss, dan turun menjadi 1,3168 dolar Kanada dibandingkan dengan 1,3226 dolar Kanada.
Di sisi lain, rata-rata indeks utama bursa saham Wall Street berakhir lebih tinggi pada akhir perdagangan Selasa waktu setempat (Rabu WIB). Penguatan tajam terjadi karena para investor menunggu hasil Pilpres Amerika Serikat.
Indeks Dow Jones Industrial Average melonjak 554,98 poin atau 2,06 persen menjadi 27.480,03. Kemudian S&P 500 meningkat 58,92 poin atau 1,78 persen menjadi 3.369,16. Sedangkan indeks Komposit Nasdaq naik 202,96 poin atau 1,85 persen menjadi 11.160,57.
Sebanyak 10 dari 11 sektor utama S&P 500 menguat, dengan sektor industri ditutup naik 2,91 persen. Sedangkan sektor energi turun sebanyak 0,75 persen, satu-satunya kelompok yang menurun.
Perusahaan Tiongkok yang terdaftar di AS sebagian besar diperdagangkan lebih tinggi, dengan tujuh dari 10 saham teratas berdasarkan bobot dalam indeks Tiongkok 50 yang terdaftar di S&P AS mengakhiri hari dengan catatan optimistis.
Para pelaku pasar di bursa saham Wall Street juga terus mengawasi Pilpres AS dan implikasinya terhadap pasar. “Jalan jangka menengah untuk pasar lebih bergantung pada stimulus fiskal dan persetujuan dan distribusi vaksin daripada hasil pemilihan,” kata Analis UBS Mark Haefele.
Sementara itu, bank sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) memberikan sinyal untuk melakukan lebih banyak pembelian obligasi, menerapkan biaya rendah untuk bank, hingga berpeluang mengubah tingkat suku bunga acuan. Upaya itu bisa dilakukan ECB guna mengantisipasi dampak buruk gelombang kedua covid-19.
Sumber : medcom.id
Gambar : Medcom.id