Terjun Bebas! Harga Minyak Merosot Digempur Sentimen Negatif
Berbagai sentimen negatif dan risiko ketidakpastian membuat harga minyak mentah tertekan. Pada perdagangan Selasa (3/11/2020), harga kontrak futures komoditas minyak mentah terkoreksi dan masih di bawah US$ 40/barel.
Pukul 09.20 WIB, harga kontrak berjangka Brent turun 0,33% ke US$ 38,84/barel. Sementara untuk kontrak acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas International (WTI) drop 0,19% ke US$ 36,74/barel.
Kini harga minyak mentah telah kembali ke level terendah sejak Juni 2020. Sepanjang Oktober kontrak berjangka Brent melorot 8,5% sementara untuk kontrak WTI anjlok 11%.
Pasar masih terus mencermati berbagai faktor mulai dari perkembangan pandemi Covid-19, pasokan minyak di pasar, pemilihan umum presiden di AS hingga stok minyak di berbagai negara konsumen terbesar terutama AS.
Lonjakan kasus infeksi Covid-19 terus dilaporkan di negara-negara Eropa memasuki periode musim dingin akhir tahun. Kasus yang meningkat secara signifikan membuat banyak negara memilih melakukan penguncian (lockdown) kembali seperti Prancis.
Presiden Emmanuel Macron mengatakan negaranya akan dikunci secara nasional akibat laporan peningkatan kasus infeksi Covid-19 yang semakin tak terkendali. Di Jerman kenaikan kasus juga terjadi. Jerman memilih untuk menutup restoran, bar, bioskop hingga gedung teater mulai pekan ini.
Kemudian ada juga Italia. Negara asal liga sepak bola Serie A itu adalah negara terbaru di Eropa yang memperketat pembatasan, termasuk membatasi perjalanan antara wilayah yang paling parah terkena dampak dan memberlakukan jam malam.
“Permintaan telah mencapai puncaknya karena munculnya kembali kasus virus Corona di seluruh dunia telah mengakibatkan penguncian baru,” kata Riset ANZ dalam sebuah catatan.
Di saat permintaan kembali drop, pasar harus menerima kenyataan pahit bahwa output minyak Libya diperkirakan bakal meningkat dan mencapai 1 juta barel per hari (bpd) dalam waktu dekat.
Dalam kondisi normal output minyak Libya mencapai 1,2 juta bpd. Namun setelah terjadi konflik internal dan ladang minyak terbesarnya diblokir, output langsung menyusut menjadi kurang dari 200 ribu bpd. Setelah blokir dibuka, output pun berangsur mengalir dan membanjiri pasar.
Kecemasan akan kelebihan pasokan membuat harga minyak terjun bebas. Di saat yang sama konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan stok minyak mentah AS bakal meningkat 2 juta barel sampai pekan lalu.
Kenaikan stok mengindikasikan lemahnya permintaan dan pasokan yang lebih dari cukup. Organisasi negara eksportir minyak dan aliansinya (OPEC+) pun semakin tertekan. Pasalnya jika mengacu pada kesepakatan awal, pemotongan pasokan minyak mulai Januari tahun depan akan menjadi lebih sedikit.
Pakta OPEC+ mengharuskan negara-negara anggota untuk memangkas produksi secara kumulatif 7,7 juta bpd atau setara dengan 8% dari total output global sampai akhir tahun. Mulai Januari 2021 pemangkasan output diturunkan menjadi 5,7 juta bpd saja.
Dengan prospek pemulihan permintaan yang semakin suram dan dibarengi lonjakan pasokan minyak dari Libya, kebijakan OPEC+ menjadi sorotan banyak pihak dan ditekan untuk memangkas produksi atau setidaknya mempertahankan volume pemangkasan dalam waktu yang lebih lama.
Adanya perhelatan pemilu AS yang akan diselenggarakan hari ini waktu setempat juga menambah volatilitas di pasar keuangan.
Sebelum terkoreksi pagi ini, harga minyak sempat naik kemarin setelah Menteri Energi Rusia Alexander Novak bertemu dengan direksi perusahaan minyak Rusia pada hari Senin untuk membahas kemungkinan perpanjangan pembatasan produksi minyak hingga 2021, melansir Reuters.
Sumber : Cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia