Jelang Pilpres AS, kok Harga Emas Gak Gerak dari US$ 1.900?

Pemilihan umum presiden Negeri Paman Sam tinggal menghitung jam. Jelang pilpres 3 November waktu AS, harga emas dunia cenderung tertahan dan hanya mondar-mandir di level US$ 1.900/troy ons.

Pascaanjlok ke bawah level US$ 1.900 akhir pekan lalu, harga logam kuning itu ditutup menguat ke US$ 1.895,1/troy ons pada perdagangan awal pekan ini sekaligus menjadi perdagangan awal bulan November Senin kemarin (2/11/2020).

Hanya saja penguatan tersebut harus terkoreksi hari ini Selasa (3/11/2020). Pada 08.45 WIB, harga logam mulia emas global di arena pasar spot melemah 0,12% ke US$ 1.893,8/troy ons.

Pasar mungkin tidak akan langsung mendapatkan hasil yang jelas dari pemilihan AS pada hari Selasa, menurut StoneX.

“Setelah semua suara elektoral diberikan pada hari Selasa, tidak dapat dipastikan bahwa pasar akan menerima jawaban yang jelas pada malam hari atau bahkan pada hari berikutnya,” kata Rhona O’Connell, kepala analisis pasar StoneX untuk EMEA dan Asia, melansir Kitco News.

“Ini hampir pasti akan membuat emas tetap stabil setidaknya untuk sementara waktu.” tambahnya.

Salah satu faktor kuat yang berpengaruh terhadap pergerakan harga emas adalah dolar AS. Emas dan dolar AS memiliki korelasi negatif yang kuat. Artinya geraknya berlawanan arah.

Ketika dolar AS menguat, maka harga emas cenderung tertekan. Begitupun sebaliknya.

Dolar AS yang sempat melemah membuat harga emas terbang tinggi sepanjang tahun ini. Secara year to date harga logam kuning itu telah melesat lebih dari 20%.

Kebijakan moneter ultra longgar dan masifnya stimulus dari pemerintah global terutama Negeri Paman Sam membuat indeks dolar tertekan dan emas punya momentum untuk bergerak naik.

Akibat pandemi Covid-19 yang memicu banyak negara menempuh lockdown, ekonomi global jatuh ke jurang resesi.

Pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif untuk memberikan stimulus kepada masyarakat dan korporasi. Besarnya stimulus yang diberikan membuat defisit anggaran dan utang membengkak, menimbulkan risiko tinggi di masa depan.

Di sisi lain bank sentral global terutama the Fed (bank sentral AS) juga secara agresif memangkas suku bunga dan menetapkan kebijakan pelonggaran kuantitatif untuk menginjeksi likuiditas masif ke sistem keuangan.

Kebijakan ultra longgar bank sentral ini membuat pasokan uang beredar meningkat serta harga aset keuangan safe haven lain non-emas yakni obligasi pemerintah AS mengalami penurunan imbal hasil (yield) yang sampai jatuh ke teritori negatif.

Adanya ancaman devaluasi mata uang akibat inflasi yang tinggi di masa depan dan rendahnya imbal hasil surat utang yang ditawarkan membuat investor memilih emas untuk proteksi. Itulah mengapa emas diuntungkan dengan adanya stimulus.

Kemenangan Demokrat menjadi skenario terbaik bagi emas menurut para analis. Sementara skenario terburuknya adalah ketidakpastian seputar hasil pemilu dan bahkan bisa memicu terjadinya kerusuhan.

Ini dapat memicu aksi jual jangka pendek karena investor terburu-buru untuk mendapatkan uang tunai. Namun dalam jangka panjang, ini akan menguntungkan emas seperti yang terjadi pada bulan Maret lalu.

Setelah pemilu selesai prospek emas tetap sangat positif untuk tahun 2021, dengan logam mulia tersebut diproyeksikan menjadi salah satu pemenang aset terbesar. Beberapa perkiraan target harga bervariasi mulai dari US$ 2.100 hingga US$ 2.500 pada awal 2021.

 

 

 

 

Sumber : Cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *