PSBB DKI Jakarta Bikin Kurs Dolar Australia Bangkit
Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah pada perdagangan Jumat (25/9/2020) setelah menyentuh level terendah dalam satu setengah bulan kemarin. Meski menguat, dolar Australia masih dibayangi ekspektasi pemangkasan suku bunga, yang membuatnya berisiko kembali melemah.
Pada pukul 11:43 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.482,62, dolar Australia menguat 0,19% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin, Mata Uang Kanguru ini menguat tipis 0,03%, tetapi sebelumnya sempat turun 0,41% ke Rp 10.411,98/AU$ yang merupakan level terendah sejak 12 Agustus lalu.
Dalam 4 hari sebelumnya, dolar Australia sudah merosot lebih dari 3,5%.
Dari dalam negeri, Pemprov DKI Jakarta memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta. PSBB ketat ini diperpanjang 2 pekan sampai 11 Oktober 2020.
Perpanjangan tersebut tentunya sudah diantisipasi pelaku pasar, sebab penambahan kasus Covid-19 di Jakarta masih tinggi.
Meski demikian, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengklaim kini mulai tampak tanda-tanda pelandaian kasus positif dan kasus aktif di Jakarta, seiring dengan berkurangnya mobilitas warga saat dilakukan pengetatan PSBB. Pada 12 hari pertama bulan September, pertambahan kasus aktif sebanyak 49% atau 3.864 kasus. Pada periode PSBB, yakni 12 hari berikutnya, penambahan jumlah kasus aktif masih terjadi, namun berkurang menjadi 12% atau 1.453 kasus.
PSBB yang diperpanjang memang memberikan sentimen negatif, tetapi penurunan tajam dolar Australia belakangan ini memicu teknikal rebound, sehingga kurs dolar Australia menguat hari ini.
Angin bagi dolar Australia berbalik di pekan ini. Pada minggu lalu, dolar Australia masih digdaya, menyentuh level Rp 1.0891,86/AU$ pada 15 September, yang merupakan level tertinggi sejak November 2018.
Dalam tempo 5 hari perdagangan terakhir, dolar Australia sudah menyentuh level terendah dalam lebih dari 1 bulan terakhir.
Buruknya kinerja dolar Australia di pekan ini terjadi akibat adanya ekspektasi suku bunga di Australia kembali dipangkas. Ekspektasi tersebut muncul setelah wakil gubernur bank sentral Australia (Reserve bank of Australia/RBA), Guy Debelle berbicara Selasa pagi waktu setempat.
Pernyataan Debelle tersebut bisa jadi mengubah arah angin dolar Australia, sebab penguatannya belakangan ini salah satunya ditopang oleh ekspektasi suku bunga tidak akan dipangkas lagi, serta RBA yang tidak mempermasalahkan penguatan dolar Australia.
“Bank sentral sedang mempertimbangkan beberapa opsi termasuk intervensi mata uang dan penerapan suku bunga negatif untuk mencapai target inflasi dan pasar tenaga kerja,” kata Debelle sebagaimana dikutip ABC, Selasa (22/9/2020).
Suku bunga RBA saat ini sebesar 0,25%, selain itu bank sentral pimpinan Philip Lowe tersebut juga menerapkan program pembelian aset (quantitative easing/QE) untuk pertama kalinya dalam sejarah. QE dilakukan dengan membeli obligasi pemerintah tenor 3 tahun, dan menjaga yield-nya di kisaran 0,25%.
Analis dari Westpac Bank, Bill Evans memprediksi pada 6 Oktober nanti RBA akan memangkas suku bunga menjadi 0,1% dari saat ini 0,25%. Sementara target yield obligasi tenor 3 tahun juga dipangkas menjadi 0,1% dari 0,25%.
“Debelle memberikan sinyal yang jelas jika anggota dewan sedang mempersiapkan pemangkasan suku bunga dan kebijakan moneter lainnya saat Rapat Dewan Gubernur Oktober nanti.” Kata Evans sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (23/9/2020).
Selain memangkas suku bunga dan menurunkan target yield obligasi tenor 3 tahun, Evans juga memprediksi RBA akan melakukan pembelian obligasi dengan tenor 5 dan 10 tahun.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga dan perluasan QE tersebut terus menjadi penekan utama dolar Australia, dan kemungkinan masih akan terus berlanjut sampai RBA mengumumkan kebijakan moneter awal bulan depan.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : uangindonesia.com