Libya Buka Blokade Ladang Minyak, Harga ‘Emas Hitam’ Turun
Harga minyak mentah untuk kontrak yang aktif diperdagangkan menguat signifikan pekan lalu. Namun pada pagi awal pekan ini, Senin (21/9/2020) harga minyak mentah mengalami koreksi.
Pada 06.55 WIB harga minyak berjangka Brent turun 0,44% ke US$ 42,96/barel. Sementara untuk harga minyak berjangka acuan Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) drop 0,46% ke US$ 40,92/barel.
Penguatan harga minyak mentah yang terjadi minggu kemarin disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari OPEC+ yang menekan anggotanya untuk patuh pada kesepakatan pemangkasan produksi minyak mentahnya, badai tropis Sally yang membuat output ambles hingga perkiraan Goldman Sachs soal defisit pasokan.
Apabila pasar minyak masih jatuh karena permintaan yang masih lemah dan kasus infeksi virus corona masih terus merebak, maka OPEC+ akan menggelar pertemuan luar biasa Oktober nanti. Hal itu disampaikan langsung oleh Pangeran Arab Saudi Abdulaziz bin Salman.
Reuters melaporkan Goldman Sachs memperkirakan defisit pasar sebesar 3 juta barel per hari (bpd) pada kuartal keempat dan menegaskan kembali targetnya untuk Brent mencapai US$ 49 pada akhir tahun dan US$ 65 pada kuartal ketiga 2021.
Bank Swiss UBS juga menunjukkan kemungkinan kekurangan pasokan, memperkirakan Brent akan naik menjadi US$ 45 per barel pada kuartal keempat dan menjadi US$ 55 pada pertengahan 2021.
Di Teluk Meksiko, produsen AS mulai me-reboot rig setelah penutupan lima hari akibat diterjang Badai Sally. Badai tropis di bagian barat Teluk Meksiko dapat menerjang dalam beberapa hari mendatang, berpotensi mengancam lebih banyak fasilitas minyak.
Jumlah anjungan minyak AS, indikator awal produksi di masa depan, turun satu minggu kemarin menjadi 179, terendah sejak pertengahan Agustus, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes.
Sentimen pasar memburuk pada Jumat (18/9/2020) setelah komandan Libya timur Khalifa Haftar mengumumkan dirinya akan mencabut blokade produksi minyaknya selama satu bulan. Blokade tersebut telah memangkas produksi Libya menjadi lebih dari 100.000 bpd dari sebelumnya sekitar 1,2 juta bpd.
Namun tidak ada kejelasan terkait seberapa cepat Libya dapat meningkatkan produksi. Di sisi lain harga minyak berjangka juga bergerak searah dengan indeks saham AS yang mengalami koreksi di hari terakhir perdagangan.
“Mentalitas risk-off menjalar ke minyak. Masih ada kekhawatiran permintaan akan memburuk,” kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group di Chicago, mengutip Reuters.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Konfirmasi Times