Emas Kehilangan Pamor, Dolar AS Sedang Mengamuk
Harga logam mulia emas terlihat melanjutkan tren penurunan setelah menyentuh puncak tertingginya di sepanjang tahun ini. Penguatan indeks dolar menjadi salah satu faktor pemicu pelemahan harga bullion pada perdagangan pagi Selasa (11/7/2020).
Pada 09.15 WIB, harga emas dunia di pasar spot melemah 0,34% ke US$ 2.019,6/troy ons. Pada perdagangan kemarin harga emas dibanderol di US$ 2.027/troy ons.
Indeks dolar yang mulai bangkit dari level terendahnya dalam dua tahun terakhir cukup membebani harga emas yang sudah melesat tinggi. Indeks dolar menguat 0,1% dan membuat harga emas menjadi semakin mahal bagi pemegang mata uang lain. Tentunya ini berpengaruh pada minat beli investor.
Meskipun terkoreksi, fundamental emas masih kokoh dengan berbagai narasi yang berkembang di pasar soal pandemi virus corona yang tak kunjung mereda, perseteruan antara Washington dan Beijing hingga pasokan uang yang masif di pasar.
Setelah pemerintahan Donald Trump memberikan sanksi ekonomi pada 11 pejabat China, kini gantian Negeri Tirai Bambu yang membalas aksi tersebut.
Reuters melaporkan China menjatuhkan sanksi pada 11 warga AS termasuk anggota parlemen dari Partai Republik Presiden Donald Trump sebagai tanggapan atas pengenaan sanksi Washington terhadap Hong Kong dan pejabat China yang dituduh membatasi kebebasan politik di bekas koloni Inggris itu.
Di sisi lain rendahnya suku bunga acuan serta injeksi likuiditas yang jor-joran ke sistem keuangan yang dilakukan bank sentral global terutama Federal Reserves atau the Fed membuat suku bunga riil negatif dan memunculkan inflasi yang lebih tinggi di masa mendatang.
Untuk menyelamatkan perekonomian AS dari kejatuhan lebih lanjut, the Fed masih terus membeli aset-aset keuangan guna menurunkan borrowing cost. The Fed kembali melanjutkan pembelian obligasi korporasi baik dengan yang sifatnya blue chip atau investment grade hingga junk di bulan Juli.
Nilai total kepemilikan obligasi oleh the Fed di bawah fasilitas kredit pasar sekunder bank sentral naik menjadi lebih dari US$ 12 miliar. Angka ini kurang lebih US$ 2,5 miliar dari periode yang sama bulan lalu.
Melihat realita ini, koreksi harga emas yang terjadi dinilai belum mengindikasikan bahwa masa reli bullion sudah berakhir. Banyak yang beranggapan bahwa emas masih bisa terbang tinggi. Koreksi harga yang terjadi justru dimanfaatkan sebagai momentum untuk masuk.
Harga emas dapat terus naik menjadi US$ 4.000 per ons dalam tiga tahun ke depan, tetapi faktor-faktor seperti pengembangan vaksin virus corona dan pemilu AS November dapat mengubah nasib logam mulia, kata para analis.
“Sangat mudah untuk melihat emas mencapai US 4.000,” kata Frank Holmes, CEO di perusahaan investasi US Global Investors, kepada CNBC International, Senin kemarin.
“Kami belum pernah melihat level ini di mana bank sentral mencetak uang dengan tingkat bunga nol. Dengan suku bunga nol, emas menjadi kelas aset yang sangat, sangat menarik, “kata Holmes.
Kebijakan moneter yang lebih longgar umumnya berarti investor lebih cenderung mencari emas sebagai aset. Ketika imbal hasil riil turun, harga emas akan naik, begitu pula sebaliknya.
Dalam skenario seperti itu, biaya peluang memegang emas, aset non-imbal hasil, lebih rendah karena investor tidak melepaskan bunga yang akan diperoleh dalam menghasilkan aset.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Tribunnews.com