Ekonomi Minus 5,32 Persen, Peluang RI Resesi Makin Terbuka
Beberapa lembaga riset ekonomi nasional memperkirakan Indonesia semakin berpeluang masuk ke jurang resesi atau mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut.
Hal ini tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang terkontraksi 5,32 persen secara tahunan pada kuartal II 2020.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan peluang resesi semakin terbuka karena kontraksi ekonomi yang terjadi pada kuartal II 2020 lebih dalam dari dugaan pemerintah.
Semula Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ekonomi hanya terkontraksi minus 4,3 persen pada kuartal II, sehingga masih ada harapan positif ekonomi tumbuh positif 0,4 persen pada kuartal III.
Nyatanya, ekonomi jatuh sampai minus 5,32 persen pada kuartal II. Artinya, pemulihan ekonomi pada kuartal III akan lebih rendah dari proyeksi pemerintah. Apalagi, aktivitas ekonomi masih belum pulih secara penuh pada Juli yang merupakan bulan pertama dalam periode kuartal III.
“Sebenarnya hasil rilis tidak mengejutkan, CORE sendiri sudah memperkirakan rangenya minus 4 persen sampai minus 5 persen. Kuartal III iya, pasti resesi. Proyeksinya minus 2 persen,” ujar Faisal kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/8).
Faisal mengatakan ada beberapa faktor utama yang membuat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 terkontraksi cukup dalam. Pertama, aktivitas ekonomi yang benar-benar rendah dibandingkan kuartal I 2020.
Hal ini tercermin dari kontraksi pada konsumsi rumah tangga yang mencapai minus 2,96 persen. Padahal indikator ini merupakan penopang utama perekonomian Tanah Air.
Kedua, lambatnya implementasi berbagai program penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tercatat, realisasi terakhir baru mencapai sekitar 20 persen dari pagu anggaran.
“Selama konsumsi masyarakat masih terus tertekan dan realisasi lambat, maka hasilnya akan tetap negatif pada kuartal berikutnya. Ini yang harus didobrak oleh komite ekonomi Pak Jokowi,” katanya.
Atas dua masalah itu, Faisal menyarankan agar pemerintah segera fokus dan lebih serius dalam menjalankan berbagai kebijakan yang sudah dipetakan. Salah satu cara tambahan yang juga bisa dilakukan adalah memperluas program bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat dan stimulus kepada dunia usaha, khususnya UMKM yang merupakan penopang pertumbuhan.
Ia pun mendukung wacana pemberian bansos sebesar Rp600 ribu per bulan selama enam bulan kepada pekerja dengan penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan. Sebab, suka tidak suka dampak tekanan ekonomi akibat pandemi corona memang semakin luas, tidak hanya ke kalangan miskin, namun kelas menengah.
“Lebih baik sekarang fokus pada stimulus demand, karena banyak kelas menengah yang juga terancam down grade. PHK juga harus dikurangi, pemerintah harus bisa menjaring kerja sama dengan dunia usaha,” tuturnya.
Senada, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan resesi ekonomi memang tidak terhindari lagi. INDEF sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 akan negatif 1,7 persen, sehingga terkontraksi dua kuartal berturut-turut.
“Bahkan kalau dilihat resesi itu sudah ada karena pertumbuhan secara kuartal sudah negatif. Ini berarti menandakan bansos tidak ngefek, kurang nendang, dan masih kurang efektif untuk dijalani,” ujarnya.
Dari sini, Tauhid mengatakan selain bebagai program harus lebih dipercepat realisasinya, pemerintah juga sudah saatnya lebih terbuka kepada publik. Menurutnya, pemerintah memang harus memberikan optimisme kepada masyarakat, dunia usaha, dan investor, namun harus tetap transparan agar mendapat kepercayaan dari publik.
Tauhid menyadari memang mau tidak mau pemerintah harus tetap berlaga optimis bahwa Indonesia tidak akan masuk jurang resesi demi menghindari dampak sosial dari pengumuman kondisi ekonomi yang tertekan. Sebab, ada kekhawatiran ini justru akan memunculkan masalah sosial dan politik.
“Tapi negara lain setidaknya sudah berani menyatakan kalau mereka akan negatif, akan resesi, ini bertujuan untuk membangun mitigasi bersama dari masyarakat dan dunia usahanya. Australia, Korea Selatan misalnya, dari jauh hari sudah menyatakan akan resesi,” ucapnya.
“Jadi pemerintah pun harus tegas kalau kita masuk fase resesi, namun tetap mempersiapkan berbagai kebijakan yang bisa membangun kepercayaan dari masyarakat dan dunia usaha, serta benar-benar dilakukan kebijakannya,” pungkasnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Medcom.id