KPU soal Keamanan Data Pemilih: Petugas Terikat Sumpah
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz memastikan data pemilih Pilkada Serentak 2020 aman meski nomor induk kependudukan (NIK) dicantumkan seluruhnya dalam formulir C6.
Viryan menjamin pihaknya tak akan membocorkan data NIK tersebut. Sebab KPU juga telah mewanti-wanti petugas di lapangan lewat surat edaran resmi.
“C6 untuk kepentingan pribadi pemilih karena diberikan kepada pemilih itu. Kalau petugas tahu, petugas terikat sumpah menjalankan tugasnya,” kata Viryan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (3/8).
Viryan menjelaskan KPU hanya membuka NIK secara lengkap di formulir C6. Sementara di seluruh dokumen daftar pemilih tetap (DPT), KPU akan mengganti sepuluh dari enam belas digit NIK dengan tanda bintang.
Dia menjelaskan enam digit pertama NIK merupakan kode wilayah. Enam digit kedua adalah informasi tanggal lahir, sedangkan empat digit terakhir adalah nomor urut.
Viryan bilang sebenarnya KPU hanya diminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menutup empat digit. Namun KPU ingin memastikan data pemilih benar-benar terjaga, khususnya terkait NIK.
“Kami ingin melindungi nomor urut bahkan sampai tanggal, bulan, tahun lahir karena bisa jadi potensi disalahgunakan,” tuturnya.
Viryan mengapresiasi Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin yang menyoroti hal tersebut. Dia memastikan masukan dari Afif akan jadi pertimbangan KPU dalam menyiapkan Pilkada Serentak 2020.
“Kami menghormati komitmen Bawaslu yang pro terhadap perlindungan data pribadi. Artinya kita punya kesamaan pandangan, poinnya data pribadi pemilih penting dilindungi maksimal,” ujar Viryan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai paya sensor perlu dilakukan untuk melindungi data pemilik agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Bisa dipahami secara teknis kenapa NIK ada di C6, tapi akan lebih melindungi pemilih jika memang bisa dibintangi,” ujar Titi saat dihubungi CNNIndonesia.com secara terpisah.
Titi meyakini KPU memiliki komitmen kuat melindungi data pribadi pemilih. Pada pemilu-pemilu sebelumnya pun KPU mengganti beberapa digit NIK di formulir C6 dengan tanda bintang.
Dia memahami alasan KPU tak menyembunyikan sebagian NIK karena C6 hanya diperuntukkan bagi pemilih. Selain itu, NIK jadi salah satu cara petugas TPS memvalidasi kehadiran pemilih.
“Sebaiknya dibintangi sebagian. Toh, untuk mengecek validitas pemilih, kebenaran pemilih yang hadir, bisa pakai e-KTP,” ujarnya.
Titi berpendapat tak ada urgensi berlebihan untuk mencantumkan NIK secara lengkap di formulir C6. Pasalnya, C6 bukan prasyarat wajib seorang pemilih untuk menggunakan hak pilihnya di TPS.
“Kalaupun tidak ada NIK full, sepanjang diketahui siapa pemilih dan lokasi memilih, tidak masalah. Karena biasanya selain NIK, ada alamat, dan sebagainya,” ucap Titi.
Pencantuman NIK secara lengkap dalam formulir C6 menjadi sorotan usai simulasi Pilkada Serentak 2020 yang digelar KPU di Jakarta pada Rabu (22/7). Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin yang pertama mengkritiknya.
Afif khawatir NIK yang dibuka seperti itu akan membahayakan data pemilih. Sebab ada proses yang melibatkan sejumlah pihak hingga formulir C6 diterima pemilih.
“Di C6 undangan yang diberikan ke pemilih, di simulasi itu, NIK-nya lengkap. Memang NIK bisa langsung sampai ke pemilih sehingga tetap rahasia? Kan enggak. Ada petugas nanti yang akan membagi,” tutur Afif dalam webinar “Pilkada Sehat 2020, Apa Syaratnya?”, Rabu (29/7).
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]