Stabil di US$ 40, Sesungguhnya Harga Minyak Rawan Digoyang
Mengawali pekan ini pada Senin (13/7/2020), harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai ditransaksikan mengalami koreksi. Kendati terkoreksi beberapa kali, harga minyak cenderung relatif stabil di kisaran US$ 40/barel.
Pada 09.35 WIB, harga minyak acuan global Brent turun 0,86% dan minyak patokan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) anjlok 0,94% ke US$ 40,17/barel.
Saat ini pelaku pasar kembali menyorot kebijakan negara-negara eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC+.
Komite Pengawasan Gabungan (Joint Ministerial Monitoring Committee/JMMC), yang diketuai bersama oleh Arab Saudi dan Rusia akan mengadakan sidang online pada 15 Juli dan membuat keputusan akhir soal pemangkasan produksi.
Proyeksinya, pemangkasan yang akan dilakukan bulan Agustus akan dikurangi menjadi 7,7 juta barel per hari (bpd) hingga akhir tahun, seperti yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Harga minyak yang sudah naik dan cenderung stabil di level US$ 40/barel bisa dibilang dipicu oleh pemangkasan output OPEC+ 9,7 juta bpd sejak Mei hingga Juli. Volume ini hampir mencapai 10% dari total output global.
Namun harga minyak belum bisa melesat lagi lebih tinggi dari US$ 40/barel. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) masih belum usai. Lonjakan kasus baru terus terjadi di berbagai negara, terutama Amerika Serikat (AS) sebagai negara dengan jumlah kasus terbanyak di dunia.
Sejak akhir pekan lalu, ada tambahan lebih dari 60 ribu kasus dalam seharinya di AS. Kenaikan kasus membuat banyak negara bagian AS yang kembali menerapkan larangan bepergian sehingga dapat menurunkan permintaan minyak di negara konsumen emas hitam terbesar di dunia tersebut.
Namun ada kekhawatiran lain yang dirasakan oleh para pelaku pasar. Memang benar harga minyak sudah terdongkrak setelah terjun bebas pada Maret dan April lalu ketika permintaan anjlok sampai 30%.
Adanya lonjakan kasus dan ancaman gelombang kedua wabah disertai dengan pengendoran pemangkasan berpotensi menjadi faktor penakan harga minyak mentah.
“Rencana pelonggaran pemangkasan produksi [minyak] oleh OPEC+ bulan depan dan potensi naiknya produksi AS dapat menambah tekanan dari sisi pasokan” kata Stephen Innes, chief global markets strategist di AxiCorp dalam sebuah catatan.
Sebelumnya pada 10 Juli, Badan Energi Internasional (IEA) telah mengatakan bahwa dampak terburuk pandemi telah dilalui. Namun lembaga itu juga memperingatkan bahwa gelombang infeksi baru, terutama di Amerika Utara dan Selatan, bisa membuat kondisi memburuk.
“Gelombang kedua kasus Covid-19 yang berkelanjutan dapat meruntuhkan pemulihan ekonomi yang terjadi selama beberapa bulan terakhir,” kata Harry Tchilinguirian, seorang ekonom senior minyak di BNP Paribas.
“Karena OPEC+ memainkan perannya dalam menyeimbangkan kembali pasar minyak, pertumbuhan ekonomi akan tetap menjadi kunci untuk membuat harga minyak naik,” katanya, sebelum menambahkan bahwa OPEC+ tetap harus bisa mengontrol produksi agar tidak melampaui kuota saat harga minyak naik.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Business Today