Vaksin Pfizer, Baik untuk Saham tapi Bikin Boncos Harga Emas
Rilis data ekonomi terbaru Amerika Serikat (AS) yang baik didukung dengan kabar positif terkait perkembangan vaksin untuk Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) membuat harga emas yang sudah tergolong tinggi terpeleset semalam.
Pagi ini Kamis (2/7/2020) harga logam mulia di pasar spot kembali melemah meski sangat tipis. Pada 09.15 WIB harga emas dunia terkoreksi 0,04% ke US$ 1.769,36/troy ons.
Sentimen di pasar membaik mendukung aset-aset berisiko untuk naik lebih tinggi pagi ini. CNBC International melaporkan, kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh kerja sama perusahaan farmasi AS dan Jerman (Pfizer & BioNTech) menunjukkan hasil yang positif.
Kandidat vaksin tersebut dikabarkan mampu menghasilkan antibodi yang dapat menetralkan virus. Artinya antibodi tersebut berfungsi dengan baik untuk menonaktifkan sang virus. Jumlah antibodi yang dihasilkan oleh pasien uji coba lebih banyak 1,8 – 2,8 kali lipat dari mereka yang sudah sembuh.
Hasil studi tersebut dipublikasikan secara online. Meski belum mendapatkan review, kabar gembira ini telah membuat pasar menjadi sumringah.
“Kami didukung oleh data klinis BNT162b1, satu dari empat konstruk mRNA yang kami evaluasi secara klinis menunjukkan hasil yang positif, sebuah penemuan awal yang bagus,” kata Kathrin U. Jansen, kepala penelitian dan pengembangan vaksin di Pfizer.
Lebih lanjut perusahan tersebut juga mengatakan jika vaksin tersebut memperoleh izin dari otoritas kesehatan terkait (FDA), maka perusahaan akan membuat 100 juta dosis akhr tahun ini dan kemungkinan lebih dari 1,2 miliar dosis di akhir tahun 2021.
Kabar baik tersebut membuat harga saham Pfizer melonjak 4,6%. Sementara di saat yang sama harga saham BioNTech juga mengalami apresiasi sebesar 7%.
Rilis data ekonomi AS yang membaik juga menjadi sentimen yang kurang baik untuk harga emas.
ADP dan Moody’s Analytic melaporkan penciptaan lapangan pekerjaan mencapai 2,37 juta pada Juni. Penciptaan lapangan kerja pada bulan Mei juga direvisi naik menjadi 3 juta.
Sementara itu, Institute for Supply Management (ISM) mengatakan aktivitas manufaktur AS tumbuh ke level tertinggi sejak April 2019, pulih dari kontraksi tajam pada Mei.
ISM mencatat angka PMI manufaktur AS bulan Juni berada di 52,6. Naik signifikan dibanding bulan Mei yang tercatat hanya 43,1. Artinya sektor manufaktur AS mengalami ekspansi pada bulan Juni.
“Ke depan, kita mungkin akan melihat peningkatan berkelanjutan pada bulan Juli,” kata Thomas Simons, ekonom pasar uang di Jefferies, merespons rilisnya data manufaktur AS.
Namun dengan masih tingginya risiko ketidakpastian terkait kapan wabah akan berakhir, potensi ancaman gelombang kedua wabah di negara-negara yang berhasil menekan penyebaran virus, tensi geopolitik yang tinggi serta eskalasi social unrest masih memberikan ruang bagi emas untuk naik.
Minat investor terhadap emas yang tinggi juga didukung oleh stance bank sentral global yang ultra akomodatif. Suku bunga yang dipangkas secara agresif hingga program pembelian aset keuangan yang jor-joran membuat ancaman inflasi yang tinggi di masa depan.
Hal ini membuat emas sebagai aset lindung nilai (hedging) memiliki fundamental yang baik dan prospek jangka panjang emas masih positif. Lagipula ketika harga emas terkoreksi biasanya dimanfaatkan oleh investor untuk membeli logam mulia tersebut.
Jumlah penderita Covid-19 di seluruh dunia pekan ini telah tembus lebih dari 10 juta orang. Lebih dari 500 ribu nyawa manusia terenggut akibat infeksi virus ganas yang awalnya merebak di Wuhan.
AS yang menyandang predikat sebagai negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia kembali mencatatkan rekor tambahan kasus baru. Pada 1 Juli waktu setempat, AS melaporkan lebih dari 47 ribu kasus baru dan menjadi rekor tertinggi yang pernah tercatat sejak awal terjangkit wabah.
Penasihat Kesehatan Gedung Putih Dr. Anthony Fauci mengatakan bahwa kasus di AS kini sudah tidak terkontrol lagi. Lebih lanjut Fauci mengatakan bahwa pertambahan jumlah kasus lebih dari 100 ribu per hari di AS sangat mungkin terjadi.
Reuters melaporkan Texas, Arizona dan California menjadi episentrum baru penyebaran wabah. Peningkatan kasus yang signifikan ini membuat WHO menyarankan untuk menerapkan lockdown kembali bagi negara-negara dengan jumlah pertambahan kasus yang signifikan.
“Beberapa negara yang telah berhasil menekan transmisi yang sedang membuka kembali perekonomiannya, sekarang mungkin mengalami kemunduran dan mungkin harus menerapkan intervensi lagi, mungkin harus menerapkan apa yang disebut lockdown lagi,” kata Dr. Maria Van Kerkhove, kepala unit penyakit baru dan zoonosi WHO, melansir CNBC International.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : KabarUang.com