Meski Turun, Harga ‘Emas Hitam’ Masih di Atas US$ 40/barel
Kabar naiknya stok minyak mentah AS menjadi sentimen negatif yang membebani harga minyak mentah. Namun meski terkoreksi harga emas hitam masih di atas US$ 40/barel pagi ini, Rabu (24/6/2020).
Pada 09.00 WIB harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperdagangkan melemah tipis. Brent turun 0,38% ke US$ 42,51/barel. Di saat yang sama harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) terpangkas 0,32% ke US$ 40,24/barel.
Data asosiasi industri AS (API) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS periode mingguan mengalami kenaikan hingga 1,7 juta barel pekan lalu. Kenaikan stok minyak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan estimasi para analis yang memperkirakan naik 300 ribu barel.
Walaupun persediaan minyak mentah AS naik, tetapi stok bensin dan minyak distilat mengalami penurunan, mengutip Reuters. Penurunan stok ini membuat pasar sedikit optimis bahwa relaksasi lockdown membuat permintaan berangsur membaik.
Di sisi lain upaya para produsen minyak untuk memangkas pasokan secara besar-besaran juga membantu menopang harga di atas US$ 40/barel. Arab Saudi, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ sepakat melanjutkan periode pemangkasan output sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) hingga Juli.
Irak yang merupakan anggota OPEC dengan komitmen yang rendah juga berjanji akan mengkompensasi produksi minyaknya yang melebihi kuota pada bulan Mei lalu. Selain itu penggunaan rig di Negeri Paman Sam juga mengalami penurunan.
Namun pelaku pasar kini juga terus mencermati perkembangan pandemi Covid-19 yang kini sudah menginfeksi lebih dari 9,1 juta orang di dunia. Beberapa negara seperti AS, Australia, Jerman dan China bahkan melaporkan adanya lonjakan kasus baru beberapa hari terakhir.
Dalam dua pekan terakhir Texas, Arizona dan Nevada terus mencetak rekor kasus infeksi baru. Sementara itu Reuters melaporkan ada 10 negara bagian AS lain yang juga melaporkan adanya kenaikan kasus mulai dari Florida hingga Arizona.
Kasus di AS meningkat hingga 25% pada pekan yang berakhir di 21 Juni 2020 dibanding minggu sebelumnya. Kenaikan jumlah kasus ini membuat investor was-was kalau gelombang kedua wabah benar-benar terjadi.
Meskipun ada kekhawatiran yang meliputi pasar. Namun penasihat ekonomi Gedung Putih Lary Kudlow mengatakan bahwa tidak ada gelombang kedua wabah di Negeri Paman Sam.
“Memang ada beberapa hotspot, kami terus menanganinya dan kami sekarang tahu caranya. Kita sudah bertahan dan melalui musim dingin, tidak ada second wave yang bakal datang,” tegas Kudlow.
Sementara menurut Presiden AS ke-45 Donald Trump, peningkatan kasus lebih diakibatkan oleh peningkatan tes yang dilakukan. Hal ini diungkapkan mantan taipan properti AS itu lewat akun twitternya.
“Kasus naik di AS karena kita melakukan tes jauh lebih banyak dari negara lain dan terus meningkat” cuit Trump. “Dengan jumlah tes yang sedikit maka kita akan punya kasus yang lebih rendah pula” tambahnya.
Pasar juga tengah mencermati kebijakan impor China. Negeri Tirai Bambu dikabarkan akan memperlambat impor minyak mentah karena harganya telah naik tinggi. Perlambatan impor China juga harus diwaspadai mengingat China termasuk negara pengimpor minyak terbesar di dunia.
Sumber: cnbcindonesia.com
Gambar: Kompas.com