Wall Street Mulai Loyo, Harga Emas Siap Perkasa Lagi
Harga emas mulai menunjukkan penguatannya kembali setelah Kamis kemarin melorot ke bawah US$ 1.700/troy ons pada perdagangan intraday.
Pasar saham yang mulai menunjukkan adanya indikasi profit taking dan stimulus moneter yang dilakukan oleh European Central Bank (ECB) memberikan emas ruang untuk menguat.
Pada perdagangan pagi pukul 07.35 WIB Jumat (5/6/2020), harga emas dunia di pasar spot menguat 0,24% ke US$ 1.714,67/troy ons. Kemarin harga emas sempat turun dari level psikologis US$ 1.700/troy ons. Namun di akhir perdagangan harga emas kembali melesat dan ditutup di US$ 1.710,62/troy ons.
Dini hari tadi bursa saham New York ditutup variatif. Reli tak terbendung bursa Wall Street pekan ini tampaknya sudah berada pada titik penghabisan. Aksi ambil untung mulai terlihat. Hal ini tercermin dari koreksi S&P 500 sebesar 0,3%.
Sejak menyentuh level terendah tahun ini pada 23 Maret lalu, Wall Street sudah meroket lagi, sehingga wajar diterpa aksi profit taking. Sejak saat itu hingga kemarin, indeks S&P 500 melesat lebih dari 42% dan Dow Jones lebih dari 43%. Sementara Nasdaq yang menyentuh level terendah tahun ini pada akhir Maret sudah melesat lebih dari 46%.
Nyatanya, hingga akhir Mei jumlah klaim pengangguran di AS masih bertambah akibat merebaknya wabah corona di Negeri Paman Sam. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim tunjangan pengangguran pada pekan lalu bertambah sebanyak 1,877 juta, lebih tinggi dari estimasi Dow Jones sebesar 1,775 juta klaim.
Sentimen lain yang juga mendorong penguatan harga emas adalah ECB, bank sentral Eropa, yang kembali menggelontorkan stimulus melalui program Pandemic Emergency Purchase Programme (PEPP), yakni program pembelian aset (obligasi pemerintah).
Bank sentral Eropa tersebut mengumumkan akan menambah nilai PEPP sebesar 600 miliar euro. Angka ini lebih besar dari perkiraan sebelumnya di 500 miliar euro. Sehingga secara total ECB akan menginjeksi likuiditas sebesar 1,35 triliun euro.
ECB mengatakan durasi program ini juga ditambah, sebelumnya berakhir pada Desember 2020, tetapi kini diperpanjang hingga Juni 2021 atau hingga ECB yakin krisis akibat pandemi yang saat ini masih merebak sudah berlalu.
Pada dasarnya walau kecemasan di pasar sudah mulai mereda investor masih tampak bersikap cautiously optimistic mengingat harga emas masih resisten di level tertingginya dalam 7 tahun lebih sekarang ini.
Risiko memang masih ada. Ketegangan AS-China seputar wabah hingga Hong Kong, kerusuhan di AS yang terjadi akibat tewasnya warga kulit hitam George Floyd, hingga ancaman gelombang kedua wabah yang masih mengintai mengingat vaksin untuk virus corona belum ditemukan jadi faktor yang membuat emas masih dilirik investor.
Emas sebagai aset safe haven memang diburu ketika kondisi ekonomi maupun politik sedang tidak kondusif. Apalagi seperti sekarang ini. Banyak ketidakpastian.
Walau anjloknya harga minyak dan lemahnya permintaan akan memicu lemahnya inflasi atau bahkan deflationary effect, tetapi stimulus yang kemungkinan masih akan digelontorkan membuat emas masih seksi untuk dimasukkan ke dalam portofolio investasi.
Emas merupakan aset lindung nilai terhadap inflasi dan penurunan nilai mata uang. Sehingga dengan berbagai stimulus yang ada untuk menyelamatkan ekonomi membuat prospek emas jangka panjang masih menarik. Standard Chartered Bank dalam laporannya memperkirakan rata-rata harga emas di kuartal ketiga berada di US$ 1.700/troy ons.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Bareksa.com