Emas Mulai Bangkit, Siap Menuju Level Harga US$ 1.800

Harga emas dunia jatuh kemarin. Namun pada perdagangan pagi ini harga emas mencoba bangkit untuk menembus level psikologis US$ 1.800 di tengah ketidakpastian global yang terjadi.

Selasa (26/5/2020), harga emas di pasar spot menguat 0,15% ke US$ 1.731,75 per troy ons. Sejak pertama kali menyentuh level di atas US$ 1.700 tahun ini, harga emas belum bisa melompat lebih tinggi ke level US$ 1.800. Di sepanjang tahun ini harga emas tertinggi tercatat di US$ 1.748,98 per troy ons pada 20 Mei kemarin.

Emas punya momentum untuk menguat hari ini seiring dengan terjadinya pelemahan dolar. Indeks Dolar yang mengukur keperkasaan dolar AS di hadapan enam mata uang lainnya melemah 0,19%

Pergerakan dolar AS menjadi salah satu faktor pengganjal harga emas untuk naik lebih tinggi. Maklum, emas ditransaksikan dalam mata uang Negeri Adidaya itu. Sehingga emas yang sudah naik signifikan menjadi makin mahal ketika dolar menguat, terutama bagi pemegang mata uang lain.

Di tengah kondisi yang masih belum kondusif seperti sekarang ini banyak yang memilih untuk memegang uang tunai (cash). Ketika pandemi belum berakhir, kini dunia disuguhkan dengan drama konflik geopolitik AS-China yang kembali muncul.

Dimulai dari ketegangan soal asal muasal dan penanganan corona, kini AS dan China bersitegang masalah Hong Kong. “Pemerintah AS kemungkinan akan menjatuhkan sanksi terhadap China jika Beijing menerapkan hukum keamanan nasional yang akan memberinya kontrol lebih besar atas Hong Kong,” kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Robert O’Brien, Minggu (24/5/2020) mengutip CNBC International

Rancangan undang-undang tersebut mewakili pengambilalihan Hong Kong, kata O’Brien, dan sebagai konsekuensinya Sekretaris Negara AS Mike Pompeo kemungkinan tidak akan dapat menyatakan bahwa kota tersebut akan tetap mempertahankan otonomi “tingkat tinggi”-nya.

“AS akan mengenakan sanksi terhadap China di bawah Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong tahun 2019,” kata O’Brien.

Pompeo telah menyebut proposal itu sebagai “lonceng kematian” untuk otonomi Hong Kong. O’Brien memperingatkan bahwa Hong Kong dapat kehilangan statusnya sebagai pusat utama keuangan global.

“Sulit untuk melihat bagaimana Hong Kong bisa tetap menjadi pusat keuangan Asia jika Cina mengambil alih,” O’Brien mengatakan kepada Chuck Todd NBC tentang “Meet the Press.” Dia mengatakan layanan keuangan pada awalnya datang ke Hong Kong karena aturan hukum yang melindungi perusahaan bebas dan sistemnya kapitalis.

“Jika semua itu hilang, saya tidak yakin bagaimana komunitas keuangan dapat tinggal di sana. … Mereka tidak akan tinggal di Hong Kong untuk dikuasai oleh Republik Rakyat Tiongkok, partai komunis” tambahnya.

Konflik tak berkesudahan antara dua raksasa ekonomi global membuat prospek pemulihan ekonomi pasca Covid-19 menjadi gloomy. Jika terus berlanjut maka periode recovery akan berjalan lambat dan dunia berada dalam kontraksi yang berkepanjangan.

Melihat prospek yang suram ini, ada potensi pemerintah dan bank sentral akan terus menggenjot stimulus demi menyelamatkan perekonomian. Emas sebagai aset safe haven dan lindung nilai (hedging) diuntungkan dengan adanya potensi inflasi dan penurunan nilai mata uang.

Memang dalam waktu dekat inflasi yang tinggi belum akan terjadi. Bahkan ada kemungkinan deflasi terjadi seiring dengan melambatnya permintaan. Namun untuk jangka waktu yang lebih panjang prospek emas masih bullish.

“Dengan semua ketidakpastian yang terjadi di dunia dan pemerintah terus menyuntikkan uang ke perekonomian mereka dibarengi dengan tingkat suku bunga semakin rendah, emas secara khusus memiliki kemungkinan yang baik untuk menguji [level] tertinggi barunya,” kata Afshin Nabavi, wakil presiden senior di pedagang logam mulia MKS SA, melansir Reuters.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Nusantaratv.com

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *