PSBB Diterapkan, Saham Emiten Kesehatan Bisa Jadi Incaran
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melenggang percaya diri di zona hijau pada perdagangan pekan lalu. Indeks mencatatkan kenaikan sebesar 2,59 persen sepanjang minggu hingga nyaris menyentuh level 5.000 lagi.
Meski demikian, Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengingatkan pelaku pasar untuk tak lengah pada perdagangan pekan ini. Perkiraan dibuatnya berdasar atas potensi pertumbuhan serta kinerja indeks yang kemungkinan belum menggembirakan dalam waktu dekat.
Ia menyebut, indeks masih akan bergelut dengan sentimen yang telah membayangi pasar dalam negeri selama 2 bulan belakangan; wabah virus corona.
Pada perdagangan pekan kedua April 2020, Lucky meyakini perhatian investor akan tertuju pada penanganan covid-19 seperti langkah dan kebijakan pemerintah dalam menekan jumlah korban virus corona. Katanya, jika pemerintah tak berhasil mengendalikan wabah tersebut, terutama di kota padat modal, maka pelaku pasar tak akan ragu.
Keraguan akan membuat mereka angkat kaki dan menarik dana mereka dari pasar saham dalam negeri. Ia mengungkap, investor akan mengikuti perkembangan dan efektivitas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta selama 14 hari ke depan.
Pengamatan dilakukan terhadap Jakarta, karena ibu kota merupakan pusat pergerakan perekonomian negara.
“Dengan sentimen PSBB ini 14 hari ke depan, indeks cenderung bergerak terbatas, para investor memantau keefektifan PSBB di Jakarta,” jelasnya.
Aspek lain yang perlu diperhatikan, kata pendiri LBP, ialah kemungkinan kota dan pemerintah daerah lainnya mengekor kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Karena, dengan pemberlakuan PSBB di berbagai wilayah di saat yang bersamaan, otomatis aktivitas produksi dan konsumsi di masyarakat akan terhambat untuk sementara waktu.
Hal ini dapat memicu kekhawatiran pasar akan adanya penurunan siklus ekonomi imbas penerapan PSBB sehingga menekan pergerakan indeks. Terlebih jika PSBB diterapkan di daerah di pulau Jawa, khususnya wilayah Jabodetabek yang memiliki pergerakan ekonomi yang padat.
“Pertimbangan bursa jika kota/wilayah lainnya juga mengikuti dan menjalankan PSBB, maka kekhawatiran indeks akan adanya penurunan kinerja ekonomi akan menjadi sentimen negatif,” papar Lucky.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah menyetujui penerapan PSBB di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bekasi, serta di tiga wilayah Provinsi Banten yakni Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Memang, berbagai kota di Jabodetabek dan provinsi Jawa Barat merupakan sebaran wilayah dengan kasus positif virus corona terbanyak di Indonesia.
Selain menekan laju penyebaran pandemik virus corona, Lucky khawatir pelaksanaan inkubasi selama 14 hari atau lebih tersebut juga akan menekan laju indeks yang sebetulnya telah mulai menunjukkan geliatnya.
Untuk itu, ia menyarankan para investor untuk tak berbelanja saham di sektor yang terkena imbas langsung dari penerapan PSBB seperti sektor properti. Ia meminta pasar untuk fokus mengejar saham pada sektor yang jelas diuntungkan seperti emiten yang bergerak di pelayanan dan produk kesehatan.
Pekan ini, Lucky memilih saham dari PT Mitra Keluarga Karyasehat (Tbk). Katanya, emiten yang bergerak di manajemen rumah sakit dan pelayanan kesehatan ini berpotensi merangkak naik dari posisi penutupannya pada Kamis (9/4) di level Rp1.910 per saham.
Walau emiten berkode MIKA ini tengah mengalami koreksi sejak enam bulan terakhir namun Lucky meyakini saham yang mengelola RS Mitra Keluarga ini dapat kembali perkasa ke posisi tertingginya di kisaran harga Rp3.030 per saham.
“Walau memiliki pesaing di bidang jasa pelayanan kesehatan namun terlihat MIKA memiliki tren pertumbuhan dan peluang pada kisaran 1.985-2.175,” terangnya pada Jumat (10/4).
Selain Miko, Lucky juga merekomendasikan emiten jasa kesehatan saingannya yaitu PT Siloam International Hospitals (Tbk) atau SILO. SILO diketahui mencatatkan kinerja positif sepanjang kuartal III 2019 dengan mengantongi pendapatan sebesar Rp5,21 triliun. Pendapatan itu meroket sebesar 18,67 persen dari periode sama tahun lalu di posisi Rp4,39 triliun. Pendapatan terbesar diraup perusahaan dari jasa rawat inap yakni Rp3,08 triliun.
Namun, perlu dicatat, kinerja emiten tahun lalu memang tengah berseri-seri. Tahun lalu pada pencapaian tertingginya, emiten dibanderol seharga Rp8.350 per saham, tak seperti penutupan minggu lalu yang lesu di posisi Rp5.350 per saham. Sejak membuka tahun tikus emas, SILO terus melangkah di zona merah, terjun 23,38 persen dari posisinya di akhir 2019.
Di samping itu, untuk saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Lucky menyarankan pelaku pasar untuk memantau PT Kimia Farma (Persero) Tbk. KAEF berhasil menguat sebesar 2,24 persen ke level Rp1.370 per saham. Harga target yang dipasangnya ialah Rp1.475 per saham.
Dilihat dari performanya, perseroan memang tengah gagah dengan kenaikan sebesar 77,92 persen dalam sebulan terakhir. Kinerja KAEF dalam 3 bulan terakhir pun konsisten menghijau di kisaran 22,32 persen. Sehingga, Lucky memutuskan KAEF pantas dibanderol seharga Rp1.475 per saham untuk perdagangan minggu ini.
“Untuk jangka menengah KAEF cenderung menguat dengan target Rp1.510,” kata dia.
Di grup pelat merah lainnya, Lucky menyatakan PT Indofarma (Persero) Tbk dan PT Kalbe Farma (Tbk) juga dapat dijadikan pilihan investor.
Sementara, ia menyarankan pelaku saham untuk menghindari saham-saham di sektor properti mengingat tingginya potensi pertumbuhan mandek di sektor itu. Beralihnya prioritas masyarakat di tengah pandemik virus corona, tren konservatif investor, dan macetnya pembayaran KPR menjadi alasan Lucky tak menyarankan pembelian saham sektor tersebut.
Alasan lainnya, penurunan kinerja industri turunan sektor properti, seperti perhotelan. Ia bilang, sekitar 54 persen dari hotel-hotel yang dimiliki pelaku usaha perhotelan berada di pulau Jawa. Saat ini, pelaku usaha perhotelan tengah terpukul hebat oleh virus corona.
Sarannya, investor menghindari emiten-emiten di sektor tersebut seperti PT Ciputra Development (Tbk). yang katanya dapat mengalami koreksi menguji level Rp585 per saham dari posisinya pekan lalu di Rp615 per saham.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyebut sektor industri bahan konsumsi (consumer goods) menjadi pilihannya pekan ini, terutama untuk saham-saham utama seperti PT Unilever Indonesia (Tbk). serta PT Indofood CBP Sukses Makmur (Tbk). Namun, Hans tak menentukan harga target untuk perdagangan minggu ini.
“Industri yang bisa bergerak kencang saya pikir consumer goods karena konsumsi masyarakat terus jalan,” ungkapnya.
Menerjemahkan besarnya dividen yang ditebar PT Bank Central Asia (Tbk) atau BCA, Hans meramal sektor perbankan masih bisa dibeli untuk investasi jangka panjang dengan jangka simpan (keep) 1-2 tahun. Kata dia, performa baik BCA dapat menjadi pecut bank lain untuk terus berusaha memberikan dividen meski di tengah melonjaknya kredit macet imbas pelonggaran cicilan OJK.
BCA mengumumkan pembagian dividen kepada pemegang saham sebesar Rp13,69 triliun atau meningkat 15,5 persen dari tahun sebelumnya pada Kamis (9/4). Perusahaan mencatatkan laba bersih 2019 sebesar Rp28,6 triliun.
“Meski banyak perusahaan yang menghadapi naiknya NPL, ini pasti memukul perbankan. Mungkin agak delay naiknya tapi begitu naik bisa kencang sekali,” pungkas Hans.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Alinea.ID
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]