Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi RI Kuartal I Tumbuh 4,5 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2020 di atas 4,5 persen-4,9 persen. Ini artinya, ekonomi Indonesia berpotensi bergerak lebih lambat dari kuartal sebelumnya sebesar 4,97 persen dan kuartal I 2019 sebesar 5,06 persen.
“Kuartal I 2020 bisa alami penurunan (pertumbuhan ekonomi), mungkin diharapkan tumbuh di atas level 4,5 persen sampai 4,9 persen,” tutur Sri Mulyani, Rabu (18/3).
Perlambatan ini terjadi karena penyebaran virus corona. Wabah itu membuat aktivitas ekonomi di dalam negeri merosot signifikan. Sementara, Sri Mulyani mengaku belum bisa meramalkan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020. Pasalnya, hal itu bergantung dari sikap masyarakat dalam melakukan konsumsi.
Jika daya beli bisa terjaga, masyarakat banyak melakukan konsumsi, maka pengaruhnya positif untuk ekonomi Indonesia. Sebaliknya, ekonomi akan semakin tertekan jika masyarakat tetap memilih diam di rumah dan mengurangi konsumsi karena virus corona.
“Biasanya kuartal II ada bagi-bagi tunjangan hari raya (THR), belanja lebaran, mudik. Tapi kalau orang tidak belanja kan akan menahan pertumbuhan ekonomi,” ujar Sri Mulyani.
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 sebesar 5,02 persen. Angkanya melambat dibandingkan dengan 2018 lalu yang masih di level 5,17 persen.
APBN Bengkak
Di samping itu, Sri Mulyani menyatakan virus corona berpotensi membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 melebar hingga 2,5 persen dari target yang ditetapkan 1,76 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara, realisasi defisit hingga akhir Februari 2020 tercatat sebesar Rp62,8 triliun atau 0,37 persen terhadap PDB. Angka itu jauh lebih tinggi dari posisi Februari 2019 yang hanya Rp54 triliun atau 0,34 persen.
“Defisit sampai Februari 2020 mencapai Rp62,8 triliun,” kata Sri Mulyani.
Defisit terjadi lantaran realisasi penerimaan lebih rendah ketimbang belanja yang dikucurkan sejak awal tahun hingga akhir Februari 2020. Jika dirinci, total belanja yang telah dikucurkan sebesar Rp279,4 triliun, sedangkan penerimaan hanya Rp216,6 triliun.
“Penerimaan negara turun 0,5 persen per Februari 2020, kalau dibandingkan dengan Februari 2019 masih naik 8,5 persen,” tutur Sri Mulyani.
Dalam hal ini, penerimaan dari sisi perpajakan hanya naik 0,3 persen dari Rp177,4 triliun menjadi Rp178 triliun. Sementara, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) turun 4 persen dari Rp40,3 triliun menjadi Rp38,6 triliun.
Lebih lanjut Sri Mulyani menyatakan penerimaan pajak hanya Rp152,9 triliun per Februari 2020 atau turun 5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp160,9 triliun.
Penurunan terjadi karena penerimaan PPh migas anjlok 36 persen dari Rp10,5 triliun menjadi hanya Rp6,6 triliun. Hal ini dipengaruhi merosotnya harga minyak mentah dunia beberapa waktu terakhir.
“Pajak migas kena karena harga minyak turun,” imbuh Sri Mulyani.
Kemudian, penerimaan pajak nonmigas juga turun meski tipis. Tercatat, pajak nonmigas hingga akhir Februari 2020 sebesar Rp146,3 triliun atau melorot 2,7 persen dari posisi Februari 2019 yang sebesar Rp150,4 triliun.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : breaking news
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]